Cerita Abu Nawas – Siapa yang tidak kenal dengan Abu Nawas? Seorang pujangga Arab yang bernama asli Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami, beliau lahir di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya. Lewat Humor-homor yang jenaka namun mengena, beliau sering mengkritik para penguasa (Khalifah), seperti masa kekhalifahan Harun Al-Rasyid. Kritik yang mengena namun dibuat jenaka itulah yang membuat sang khilafah tidak bisa marah namun bisa memahami apa yang disampaikan. nah berikut adalah kumpulan cerita abu nawas yang penuh makna dan populer sepanjang masa:
Daftar Isi
CERITA ABU NAWAS : MEMINDAHKAN ISTANA RAJA
Baginda Raja baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang mampu memerintahkan, para in memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk melaku’ kan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya.
Tanpa membuang waktu Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan. Raja pun berkata kepada Abu Nawas.
“Abu Nawas engkau harus memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?” kata Baginda sambil melirik reaksi Abu Nawas.
Abu Nawas tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tldak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum. Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi, permintaan dati Baginda, pekerjaan itu harus diselesaikan hanya dalam waktu sebutan. Abu Nawas pulang dengan hati masgul.
Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari ditewatinya dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini. Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.
Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. ia menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas. “Ampun Tuanku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti,” kata Abu Nawas.
Apa usul itu?” tanya Baginda. Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi,” kata Abu Nawas.
“Kalau hanya itu usulmu, baiklah,” kata Baginda
“Satu lagi Baginda, ”Abu Nawas menambahkan.
Apa lagi?” tanya Baginda.
“Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin.” kata Abu Nawas.
“Usulmu kuterima,” kata Baginda menyetujui.
Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup.
Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pemah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini.
Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondongbondong menuju lapangan untuk melakukan shalat Hari Raya Idul Adha. Dan seusai shalat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin. Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu.
Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja.
“Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?” tanya Abu Nawas.
“TIdak ada,” jawab Baginda Raja singkat.
Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa iangkah mendekati istana. la berdiri sambii memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolaholah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar. ‘
“Abu Nawas, mengapa engkau belum Juga mengangkat istana. ku?” tanya Baginda Raja. .
“Hamba sudah siap sejak tadi Baginda” kata Abu Nawas.
”Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?” tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.
“Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan perintah Paduka.” kata Abu Nawas.
Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa terhindar dari hukumannya.
CERITA ABU NAWAS : ISTANA RAJA HANCUR KARENA LALAT
pada suatu hari Abu Nawas terlihat murung. ia hanya tertunduk lesu mendengarkan penuturan istrinya yang mengatakan kalau beberapa pekerja kerajaan atas titah Raja Harun membongkar rumahnya. Raja berdalih bahwa itu dilakukan karena bermimpi kalau di bawah rumahnya terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya.
Namun. setelah mereka terus menerus menggali, ternyata emas dan permata tidak Juga ditemukan. Parahnya, sang Raja juga tidak mau meminta maaf dan mengganti rugi sedikitpun kepada Abu Nawas. Karena Itulah Abu Nawas sakit hati dan memendam rasa dendam kepada perusak rumahnya. Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum Juga ia menemukan muslihat untuk membalas perbuatan baginda. Makanan yang dihidangkan istrinya pun tidak dimakan karena nafsu makannya telah lenyap. Keesokan harinya Abu Nawas melihat banyak Ialat-Ialat mulai menyerbu makanannya yang sudah mulai basi. Begitu melihat lalat-Ialat itu berterbangan. Abu Nawas tiba-tiba saja tertawa riang seolah mendapatkan ide. “Tolong amblikan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi,” kataAbu Nawas kepada istrinya.
Dengan wajah berseri-seri, Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana, Abu Nawas membungkuk memberi hormat kepada Raja Harun. Raja Harun terkejut atas kedatangan Abu Nawas Di hadapan para menterinya, Raja Harun mempersilahkan Abu Nawas untuk menghadap.
“Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan periakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa izin dan berani memakan makanan hamba,” laporAbu Nawas. “Siapakah tamu-tamu tidak diundang itu wahai Abu Nawas?” ujar Baginda dengan bijaksana.
Lalat-Ialat ini Tuanku,” kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya. “Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Paduka junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil Ini” ujar Abu Nawas sekali lagi Lalu, keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dan’ku?” tanya Raja Harun penasaran.
Hamba hanya menginginkan izin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan ieluasa menghukum lalat-lalat yang nakal itu,” kataAbu Nawas memulai muslihatnya.
Akhirnya Raja Harun dengan terpaksa membuat surat izin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul Ialat-lalat itu dimanapun mereka hinggap. Setelah mendapat izin tertulis itu Abu Nawas mulai mengusir laiat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dmgan menggunakan tongkat besi yang dibawa dari rumah, Abu Nawas mengejar dan memukurl lalatlaiat itu. Ketika hinggap di kaca, Abu Nawas dengan tenang dan leluasa memukul kaca itu hingga pecah. Kemudian vas bunga nan indah milik sang Raja juga ikut terkena pukul dan pecah. Akhirnya hanya dalam beberapa menit saja seluruh perabot istana hancur berkeping-keping. Raja Harun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruannya yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya.
Setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Raja Harun banyak yang hancur. Bukan cuma itu saja raja juga menanggung rasa malu. Kini dia sadar betapa kelirunya; telah berbuat semena-mena kepada Abu Nawas.
CERITA ABU NAWAS : MEMBUAT MANUSIA BERTELUR
sudah bertahun-tahun Baginda Raja Harun AI Rasyid ingin mengalahkan Abu Nawas. Namun perangkap-perangkap yang selama ini dibuat, semua bisa diatasi dengan cara-cara yang cemerlang oleh Abu Nawas. Baginda Raja tidak putus asa. Masih ada puluhan jaring muslihat yang telah disiapkannyauntuk menjerat dan menghukum Abu Nawas. Baginda Raja beserta“ para menteri sering mengunjungi tempat pemandian air hangat yang hanya dikunjungi para pangeran, bangsaWan dan orang-orang terkenal. Suatu sore yang cerah ketika Baginda Raja beserta para menterinya berendam di kolam, beliau ‘ berkata kepada para menterinya.
“Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas,” kata Baginda Raja dengan wajah yang ceria. ‘ “Apakah itu wahai Paduka yang mulia?” tanya salah seorang menteri.
“Kalian tak usah tahu dulu. Aku hanya ingin kalian datang lebih dini besok sore. Jangan lupa . . datanglah besok sebelum Abu Nawas datang karena aku akan mengundangnya untuk mandi bersama-sama klta.” kata Baginda Raja memberi pengarahan.
Baginda Raja memang sengaja tidak menyebutkan tipuan apa yang akan digelar besok. Abu Nawas diundang untuk mandi bersama Baginda Raja dan para menteri di pemandian air hangat yang terkenal itu. Sapen; yang telah direncanakan. Baginda Raja dan para meriteri sudah datang lebih dahulu. Baginda membawa sembilan belas butir telur ayam. Delapan belas butir dibagikan kepada para menterinya. Satu butir untuk dirinya sendiri. Kemudian Baginda memberi pengarahan singkat tentang apa yang telah direncanakan untuk menjebakAbu Nawas Ketika Abu Nawas datang, Baginda Raja beserta para menteri sudah berendam di kolam. Abu Nawas melepas pakaian dan langsung ikut berendam. Abu Nawas berharap-harap cemas. Kirakira permainan apa lagi yang akan dihadapi. Mungkin permainan kali ini lebih berat karena Baginda Raja tidak memberiwaktu untuk berpikir. Tiba-tiba Baginda Raja membuyarkan lamunan Abu Nawas Beliau berkata kepada Abunawas HaiAbu Nawas, aku mengundangmu mandi bersama karena ingin mengajak engkau ikut dalam permainan kami,” kata Baginda Raja “Permainan apakah itu Paduka yang mulia?” tanya Abu Nawas belum mengerti.
‘Kita sekali-kali melakukan sesuatu yang secara alami hanya bisa dilakukan oleh binatang. Sebagai manusia kita harus bisa melakukannya dengan cara kita masing-masing.” kata Baginda sambil tersenyum
”Hamba belum mengerti Baginda yang mulia,” kata Abu Nawas agak ketakutan.
Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam dan barangsiapa yang tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum!” kata Baginda. Abu Nawas tidak berkata apa-apa. Wajahnya nampak murung. ia semakin yakin dirinya tak akan bisa lolos dari lubang jebakan Baginda dengan mudah. Melihat wajah Abu Nawas murung, wajah Baginda Raja semakin berseri-seri.
“Nah sekarang apalagi yang kita tunggu Kita menyelam lalu naik ke atas sambil menunjukkan telur kita masing-masing, perintah Baginda Raja. Baginda Raja dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas satu persatu dengan membawa sebutir telur ayam. Abu Nawas masih di dalam kolam. Ia tentu saja tidak sempat mempersiapkan telur karena ia memang tidak tahu kalau ia diharuskan bertelur seperti ayam. Kini Abu Nawas tahu kalau Baginda Raja dan para menteri telah mempersiapkan telur masing-masing satu butir. Karena belum ada seorang manusia pun yang bisa bertelur dan tidak akan pernah ada yang bisa.
Karena dadanya mulai terasa sesak. Abu Nawas cepat-cepat muncul ke permukaan kemudian naik ke atas. Baginda Raja langsung mendekatiAbu Nawas.
Abu Nawas nampak tenang, bahkan ia berlaku aneh, tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara seperti ayam jantan berkokok, keras sekali sehingga Baginda dan para menterinya merasa heran.
“Ampun Tuanku yang mulia. Hamba tidak bisa bertelur seperti Baginda dan para men
teri kata Abu Nawas sambil membungkuk hormat. “Kalau begitu engkau harus dihukum, ” kata Baginda bangga.
“Tunggu dulu wahai Tuanku yang mulia, ” kata Abu Nawas memohon. “Apalagi hai Abu Nawas, ” kata Baginda tidak sabar.
“Paduka yang mulia, sebelumnya ijinkan hamba membela diri. Sebenarnya kalau hamba mau bertelur, hamba tentu mampu. Tetapi hamba merasa menjadi ayam jantan maka hamba tidak bertelur. Hanya ayam betina saja yang bisa bertelur. Kuk kuru yuuuuuk…!“ kata Abu Nawas dengan membusungkan dada.
Baginda Raja tidak bisa berkata apa-apa. Wajah Baginda dan para menteri yang semula ceria penuh kemenangan kini mandadak berubah menjadi merah padam karena malu. Sebab mereka dianggap ayam betina.
Abu Nawas memang cerdik. Karena merasa malu, Baginda Raja Harun Al Rasyid dan para menteri segera berpakaian dan kembali ke istana tanpa mengucapkan sapatah kata pun.
MemangAbu Nawas banyak akalnya dan telah diakui oleh para ilmuwan sebagai ahli mantiq atau ilmu logika. Gampang saja baginya untuk membolak-balikkan dan mempermainkan kata-kata guna menjatuhkan mental lawan-Iawannya.
CERITA ABU NAWAS : SEBUAH TEBAKAN JITU
Baginda Raja, Harun AI Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada yang sanggup menemukan iawaban dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para penasihat kerajaan pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang memuaskan Baginda. Padahal Baginda sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenamya. Mungkin karena amat penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agarAbu Nawas saja yang memecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhir-akhir ini ia sulit tidur karena diganggu o|eh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.
“Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?” tanya Abu Nawas ingin tahu.
“Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua tekateki yang selama ini menggoda pikiranku,” kata Baginda.
“Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba?” tanya Abu Nawas mulai was-was hatinya.
Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?” tanya Baginda.
“Di dalam pikiran, wahai Paduka yang muIia, jawab Abu Nawas tanpa sedikit pun perasaan ragu. “Tuanku yang mulia, ketidakterbatasan itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dan” itu manusia tidak akan pernah tahu di mana batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas,” lanjut Abu Nawas.
Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.
‘Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya, bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?” tanya Baginda.
‘ikan-ikan di taut,” jawab Abu Nawas dengan tangkas. Bagaimana kau bisa Iangsung memutuskan begitu. Apakah engkau pemah menghitung jumlah mereka?“ tanya Baginda heran.
“Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak seo|ah-olah tidak pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara bintang-bintang itu tidak pernah rontok. jumlah mereka juga banyak,” jawab Abu Nawas meyakinkan.
Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid memberi hadiah Abu Nawas dan istrinya uang yang cukup banyak.
CERITA ABU NAWAS : MENGAMBIL MAHKOTA DARI SYURGA
idak seperti biasa. hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak. Baginda mulai keluar istana dengan pakaian ang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata.
Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Trba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ. la bertanya kepada ulama itu.
“Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya. tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?” tanya orang itu.
Ulama itu berpikir sejenak kemudian Ia berkata.
“Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. Ia juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apaapa Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilingi ular-ular. Maka jika masaIah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat . apa yang terjadi di alam barzah?”jelas sang Ulama. Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia haI-hai yang amat disukai nafsu, termasuk benda benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking indahnya maka satu mahkota jauh tebih bagus dari dunia dan isinya.
Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali. ke istana. Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas memerintahkan menterinya untuk memanggil Abu Nawas kehadapannya. “Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?”
“Sanggup Paduka yang muiia, ” kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu.
“Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu syarat yang akan hamba ajukan,” kata Abu Nawas dengan percaya diri.
“Sebutkan syarat itu,” kata Baginda Raja.
“Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya,” kata Abu Nawas. Pintu apa?” tanya Baginda belum mengerti.
“Pintu alam akhirat,” jawab Abu Nawas. “Apa itu?” tanya Baginda ingin tahu.
“Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah klamat,’jelas Abu Nawas kepada Baginda.
“Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat terlebih dahulu,” Ianjut Abu Nawas. Mendengar penjelasan Abu Nawas, Baginda Raja terdiam. Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi kepada Baginda Raja.
“Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?” tanya Abu Nawas.
Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.
CERITA ABU NAWAS : MEMBANGUN ISTANA DI AWAN
Abu Nawas belum kembali. Kata istrinya ia bersama seorang Pendeta dan seorang Ahli Yoga sedang melakukan pengembaraan suci. Padahal saat ini Baginda amat membutuhkan bantuan Abu Nawas. Beberapa hari terakhir ini Baginda merencanakan membangun istana di awangawang Karena sebagian dari raja-raja negeri sahabat telah rnembangun bangunanbangunan yang luar biasa Baginda tidak ingin menungguAbu Nawas iebih lama lagi. Beliau mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk mencari Abu Nawas. Mereka tidak berhasil menemukan Abu Nawas kerena Abu Nawas ternyata sudah berada di rumah ketika mereka baru berangkat Abu Nawas menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid Baginda amat riang. Saking gembiranya beliau mengajak Abu Nawas bergurau. Setelah saling tukar-menukar cerita-cerita lucu, lalu Baginda mulai mengutarakan rencananya.
“Aku sangat ingin membangun istana di awang-awang agar aku iebIh terkenal di antara rajaraja yang lain Adakah kemungkinan keinginanku itu terwujud, wahaiAbu Nawas?” tanya Baginda Raja.
“Tidak ada yang tidak mungkin dilakukan di dunia ini Paduka yang mulia,” kata Abu Nawas berusaha mengikuti arah pembicaraan Baginda.
“Kalau menurut pendapatmu hal itu tidak mustahil diwujudkan maka aku serahkan sepenuhnya tugas ini kepadamu,” kata Baginda puas.
Abu Nawas terperanjat. la menyesal telah mengatakan kemungkinan mewujudkan istana di awang-awang. Tetapi nasi telah menjadi bubur. Kata-kata yang telah terlanjur didengar oleh Baginda tidak mungkin ditarik kembali.
Baginda memberi waktu Abu Nawas beberapa minggu. Rasanya tak ada yang lebih berat bagi Abu Nawas kecuali tugas yang diembannya sekarang. Jangankan membangun istana di langit, membangun sebuah gubuk kecil pun sudah merupakan hal yang mustahil dikerjakan.
“’Hanya Tuhan saja yang mampu melakukannya,” gumam Abu Nawas.
Hari-hari berlalu seperti biasa Tak ada yang dikerjakan Abu Nawas kecuali memikirkan bagaimana membuat Baginda merasa yakin kalau yang dibangun itu benar-benar istana di langit. Seluruh ingatannya dikerahkan dan dihubung-hubungkan.
Abu Nawas bahkan berusaha menjangkau masa kanak-kanaknya. Sampai ia ingat bahwa dulu ia pernah bermain layang-iayang. Dan inilah yang membuat Abu Nawas girang. Abu Nawas tidak menyianyiakan waktu lagi ia bersama beberapa kawannya merancang layang-Iayang raksasa berbentuk persegi empat. Setelah rampung baru Abu Nawas melukis pintu-pintu serta jendela-jendela dan ornamen-omamen lainnya. Ketika semuanya seiesaiAbu Nawas dan kawan-kawannya menerbangkan layang-layang raksasa itu dari suatu tempat yang dirahasiakan. Begitu layang-layang raksasa berbentuk istana itu mengapung di angkasa, penduduk negeri gempar Baginda Raja girang bukan kepalang. Benarkah Abu Nawas berhasil membangun istana di langit?.Dengan tidak sabar beliau di dampingi beberapa orang pengawal bergegas menemui Abu Nawas Abu Nawas berkata dengan bangga
paduka yang mulia, istana pesanan Paduka telah rampung,” kata Abu nawas merendah.
Engkau benar-benar hebat wahaiAbu Nawas.” kata Baginda memuji Abu Nawas.
Terima kasih Baginda yang mulia,” kata Abu Nawas. “Lalu bagaimana caranya aku ke sana?” tanya Baginda. ‘Dengan tambang Paduka yang mulia,” kata Abu Nawas dengan tenang Kalau begitu siapkan tambang itu sekarang. Aku ingin segera meihat istanaku dari dekat,“ kata Baginda tidak sabar. hamba Paduka yang mulia. Hamba kemarin lupa memasang tambang itu Sehingga seorang kawan hamba tertinggal di sana dan tidak bisa turun.” kata Abu Nawas mulai berkelit.
Bagaimana dengan engkau sendiri Abu Nawas? Dengan apa engkau turun ke bumi? tanya Baginda. ‘Dengan menggunakan sayap Paduka yang mulia, ” kata Abu Nawas dengan bangga Kalau begitu buatkan aku sayap supaya aku bisa terbang ke sana ‘kata Baginda.
”Paduka yang mulia sayap itu hanya bisa diciptakan dalam mimpi,’ kata Abu Nawas menjelaskan Engkau beranimengatakan aku gila sepertimu?” tanya Bagin dan sambil melotot “Ya, Baginda. Kurang lebih seperti itu.” jawab Abu Nawas tangkas.
Apa maksudmu?” tanya Baginda lagi.
”Baginda tahu bahwa membangun istana di awang-awang adalah pekerjaan yang mustahil dilaksanakan. Tetapi Baginda tetap menyuruh hamba mengerjakannya. Sedangkan hamba juga tahu bahwa pekerjaan itu mustahil dikerjakan. Tetapi hamba tetap menyanggupi titah Baginda yang tidak masuk akal itu kata Abu Nawas berusaha menjelaskan kepada Baginda Raja.Tanpa menoleh Baginda Raja kembali ke istana diiringi para pengawalnya. Abu Nawas berdiri sendirian sambi memandang ke atas melihat istana terapung di awang-awang. “Sebenarnya siapa diantara kita yang gila?” tanya Baginda mulai jengkel. “Hamba kira kita berdua sama-sama tidak waras, Tuanku jawab Abu Nawas tanpa ragu.
CERITA ABU NAWAS : MEMENANGKAN LOMBA BERBURU
suatu hari yang cerah, Raja Harun Al-Rasyid dan para pengawalnya memnggalkan istana untuk berburu. Namun, di tengah perjalanan, salah satu pejabat kerajaan yang bernama Abu Jahil menyusul dengan terengah-engah di, atas kudanya “Baginda, Baginda hamba mau mengusulkan sesuatu,” kata Abu Jahii sambii mendekati sang Raja. “Apa usulmu wahai Abu Jahil?” tanya Baginda Raja:
“Agar acara berburu ini lebih menarik dan disaksikan banyak penduduk, bagaimana kalau kita sayembarakan saja?” ujar Abu Jahil dengan raut wajah serius.
Baginda Raja terdiam sejenak dan mengangguk-angguk “Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu Nawas, dan nanti pemenangnya akan mendapatkan sepundi uang emas. Tapi, kalau kalah, hukuman’nya adalah dengan memandikan kuda-kuda Istana selama 1 bulan” tutur Abu Jahil meyakinkan Baginda Raja akhirnya sang Raja menyetujui usulan Abu Jahil tersebut. Hitung-hitung sayembara itu akan memberikan hiburan kepadanya. Maka, dipanqgmah Abu Nawas untuk menghadap kepadanya.
Abu Nawas pun segera menghadap Raja Harun. Ia diberi petunjuk panjang lebar oleh Baginda Raja. Pada awalnya, Abu nawas menolak sayembara tersebut karena ia tahu bahwa semua ini adalah akal licik dari Abu Jahil yang ingin menyingkirkannya dari istana. Tapi Baginda Raja Harun memaksa, dan Abu Nawas tidak bisa menolak. Abu nawas berpikir sejenak. Ia tahu kalau Abu Jahil sekarang diangkat menjadi pejabat istana. la pasti mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti.
Namun, karena kecerdikannya. Abu Nawas tersenyum riang. Abu Jahil yang melihat perubahan raut muka Abu Nawas menjadi penasaran dbuatnya “Mana mungkin Abu Nawas bisa mengalahkan dirinya kali ini,” pikir Abu Jahil dalam hati.
Akhirnya, Baginda menggiring mereka ke tengah aluna-lun istana. Raja dan seluruh rakyat menunggu siapa yang akan menjadi pemenang dalam lomba berburu Terompet tanda mulai adu ketangkasan pun telah ditiup. Abu Jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan beiantara. Anehnya, Abu Nawas justru sebaliknya, dia dengan santainya menaiki kudanya sehingga para penonton banyak yang berteriak.
Menjelang sore hari, tampaklah kuda Abu Jahil memasuki pintu gerbang istana. Ia pun mendapat sambutan meriah dan tepuk tangan dari rakyat yang menyaksikannya. Di sisi kanan dan kiri kuda Abu Jahil tampak puluhan hewan yang mati terpanah. Abu Jahil dengan senyum bangga memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapangan.
“Aku, Abu Jahil berhak memenangkan lomba ini.Lihat,binatang buruanku banyak. Mana mungkin Abu Nawas mengalahkanku?” teriaknya lantang yang membuat para penonton semakin ramai bertepuk tangan.
T|dak berapa lama kemudian. terdengar suara kaki kuda Abu Nawas. Semua orang mentertawakan dan meneriakinya karena Abu Nawas tak membawa satu pun binatang buruan di kudanya.
Tapi, Abu Nawas tidak tampak gusar sama sekali. Ia malah tersenyum dan melambaikan tangan. Baginda Raja menyuruh dua orang pengawalnya maju ke tengah lapangan dan menghitung jumlah binatang buruan yang didapatkan dua peserta tersebut.
Dan kesempatan pertama, para pengawal menghitung jumlah binatang hasil buruan Abu Jahil
“Tiga puluh lima ekor keiinci ditambah lima ekor rusa dan dua ekor babi hutan” kata salah satu pengawal.
“Kalau begitu akulah pemenangnya karena Abu Nawas tak membawa seekor binatangpun,” teriak Abu Jahil dengan sombongnya.
“Tenang, tenang, aku membawa ribuan binatang. Jelasiah aku pemenangnya dan engkau wahai Abu Jahii, siiahkan memandikan kuda-kuda istana Menurut aturan lomba, semua binatang boleh ditangkap, yang penting jumlahnya,” kata Abu Nawas sambil membuka bambu kuning yang telah diisi dengan ribuan semut merah.
“Jumiahnya sangat banyak Baginda, mungkin ribuan, kami tak sanggup menghitungnya lagi,” kata pengawal kerajaan yang menghitung jumlah semut itu.
Melihat kenyataan itu, Abu Jahil tiba-tiba saja jatuh pingsan. Baginda Raja tertawa terpingkal-pingkal dan langsung memberi hadiah kepada Abu Nawas. Kecerdikan dan ketulusan hati pasti bisa mengalahkan kelicikan.
CERITA ABU NAWAS : MENGECOH SEORANG RAJA
sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang dilegalisir oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara. sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman.
Baginda tahu Abu Nawas amat takut kepada beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda Raja Harun Al Rasyid
berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar tetapi ia tidak berani menolak perintah Baginda.
Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat Abu Nawas mendekati Baginda.
“Tahukah mengapa engkau aku panggil?” tanya Baginda tanpa sedikit pun senyum di wajahnya.
“Ampun Tuanku, hamba belum tahu,” kata Abu Nawas.
“Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedangkan aku dan pengawaI-pengawalku akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang kita berpencar,” Baginda menjelaskan.
Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu Baginda akan menjebaknya. ia harus mancari akal. Dan. ketika Abu Nawas sedang berpikir tiba-tiba hujan turun Begitu hujan turun Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk mencapai tempat periindungan yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan. Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap : siang tiba Baginda segera menuju tempat peristirahatan. Beium sempat baju Baginda dan para pengawalnya kering, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban. Baginda dan para pengawet terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah. Padahai dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat berlindung yang paling dekat. Pada hari kedua Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi Baginda Raja. Kini Baginda dan para pengawal-pengawalnya mengendarai kuda-kuda yang lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun seperti kemarin. Malah hujan hari ini lebih deras daripada kemarin. Baginda dan pengawalnya langsung basah kuyup karena kuda yang ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih dahulu dari Baginda dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja. Selang beberapa saat Baginda dan para pengawalnya tiba dengan pakaian yang basah kuyup, MeIihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering Baginda jadi penasaran. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini disembunyikan Terus terang bagaimana caranya menghindari hujan, wahai Abu Nawas.” tanya Baginda. “Mudah, Tuanku yang mulia.” kata Abu Nawas sambil tersenyum. “Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat berteduh terdekat apalagi dengan kuda yang lamban ini, kata Baginda “Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan. Tetapi begitu hujan turun hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti,” kata Abu Nawas menjelaskan Diam-diam Baginda Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.
CERITA ABU NAWAS : ABU NAWAS MENJADI GILA
apaknya Abu Nawas adalah Penghulu Kerajaan Bagdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggaI dunia Abu Nawas dipanggil ke istana. Ia diperintah Baginda Raja
untuk mengubur jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana.
Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menshalati dan “mendoakannya, maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya. Namun, demi mendengar rencana sang Sultan. TIba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi gila. Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil sepotong batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-Iari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya. Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya. Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun AI Rasyid datang menemui Abu Nawas. ‘Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana” kata wazir utusan Sultan. “Buat apa Sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya ‘kata Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban
‘Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu, ” kata utusan Raja. ‘Hai wazir, kau Jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar,” kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.
“Abu Nawas kau mau atau tidak menghadap Sultan?” kata wazir.
“Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau,” kata Abu Nawas. . ‘
‘Apa maksudnya Abu Nawas?” tanya wazir dengan rasa penasaran.
“Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu’,” kata Abu Nawas sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya. Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan keadaan Abu Nawas yang seperti orang gila itu kepada Sultan Harun AI Rasyid.
Dengan geram Sultan berkata, ”Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu Nawas kemari saja tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia kemari dengan suka rela ataupun terpaksa.”
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengan . paksa Abu Nawas dihadirkan di hadapan raja.
Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak aneh, bahkan tingkahnya ugal-ugalan tak selayaknya berada di hadapan seorang raja.
“Abu Nawas bersikaplah sopan!” tegur Baginda.
“Ya Baginda, tahukah Anda ..?” kata Abu Nawas.
“Apa Abu Nawas?” sahut Baginda. “Baginda. terasi itu asalnya dari udang!” Ianjut Abu Nawas.
“Kurang ajar, kau menghinaku Abu Nawas!” seru Baginda Raja menahan marah.
“Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?” kata Abu Nawas. Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada para pengawalnya.
“Hajar dia! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali,” perintah Baginda Raja.
Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli tentara yang bertubuh kekar. Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang kota, ia dicegat oleh penjaga. “Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk ke kota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata
akan dibagi dua. engkau satu bagian dan aku satu bagian. Nah. sekarang mana bagianku itu?” kata sang Penjaga.
“Hai Penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?” sahut Abu Nawas.
“Iya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita.” kata si Penjaga.
“Baik, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!” kata Abu Nawas yang masih menahan sakit“nya. “Wah! ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begi’ tu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda,” kata si Penjaga kegirangan. Tanpa banyak cakap Iagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar alu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila. Setelah penunggu gerbang kota itu pingsan, Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya. Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun AI Rasyid.
“Ya, Baginda Raja, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohon keadilan dari Tuanku Baginda,” kata si Penjaga sambil meringis kesakitan.
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya oleh Baginda Raja. “Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penjaga pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali pukulan?” tanya Baginda Raja dengan sedikit geram.
“Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu,” jawab Abu Nawas.
“Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang itu?” tanya Baginda Raja lagi.
“Tuanku. Hamba dan penjaga pintu gerbang ini telah mengada. kan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk saya. Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka saya berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya,” jelas Abu Nawas.
“Hal Penjaga pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian seperti itu dengan Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Benar, Baginda,” jawab si Penjaga pintu gerbang.
“Tapi hamba tidak mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan,” kata si Penjaga.
“Ha ha ha ha ha! Dasartukang peras, sekarang kena batunya kau!” kata Baginda Raja tertawa setelah memahami semuanya.
“Abu Nawas tidak bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad adalah orang yang suka memeras orang! Kalau kau tidak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan memecat dan menghukum kamu!” kata Baginda Raja.
“Ampun Tuanku,” sahut si Penjaga pintu gerbang gemetar.
“Tuanku, hamba sudah lelah. mau beristirahat, tlba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tidak bersalah. Hamba mohon ganti rugi. Sebab waktu istirahat hamba sudah hilang karena panggilan Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah untuk keluarga hamba,” kata Abu Nawas melancarkan akal cerdiknya. Sejenak Baginda terkejut atas protes Abu Nawas, namun tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak. “Ha ha ha ha! Jangan khawatir Abu Nawas,” kata Baginda. Baginda Raja kemudian memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong uang perak kepada Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengan hati gembira. Tetapi sesampai di rumahnya Abu Nawas masih bertindak aneh dan bahkan semakin “nyentrik seperti orang gila sungguhan.
Pada suatu hari Raja Harun Ai Rasyid mengadakan rapat dengan para menterinya.
Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai kadi?” tanya Baginda Raja kepada para menteri.
“Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang Iain.saja menjadi kadi,” kata sang Perdana Menteri memberi saran.
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi,” sahut para Menteri.
“Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru saja meninggal. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain saja. ”kata Baginda Raja memutuskan Setelah lewat satu bulan, Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak lama berambisi menjadi Kadi. la mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat. menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.
Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan
syukur kepada Tuhan. . . “Alhamdulillah aku teIah tenepas dari balak yang
mengerikan. Tapi sayang sekali kenapa harus Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja,” kata Abu Nawas dalam hati.
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Beginilah ceritanya :
Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia ia panggil Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati bapaknya yang sudah lemah lunglai.
“Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang Ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku,” pinta bapaknya.
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. Ia cium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk.
“Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi, yang sebelah kiri baunya amat busuk,” jelas Abu Nawas.
“Wahai anakku Abu Nawas. tahukah apa sebabnya hal bisa bisa terjadi?” kata bapaknya mulai menjelaskan.
Syeikh Maulana, bapak Abu Nawas mulai bercerita.
“Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. inilah resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jika kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun Al Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi,” kata bapaknya. Oleh karena itulah Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi kadi atau penghulu yang pada masa itu kedudukannya seperti ingin memutus suatu perkara.
CERITA ABU NAWAS : MENDEMO TUAN KADI
pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Ada dua orang tamu datang ke rumahnya. Yang seorang adalah wanita tua penjual kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir.
Wanita tua itu berkata beberapa patah kata kemudian diteruskan dengan si pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh murid-muridnya menutup kitab mereka. “Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta batu,” perintah Abu Nawas.
Murid-murid Abu Nawas merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Abu Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya selalu membuat kejutan dan berada di pihak yang benar.
Pada malam harinya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa peralatan yang diminta oleh Abu Nawas.
“Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak Rumah Tuan Kadi yang baru jadi,” kata Abu Nawas.
“Hah? Merusak rumah Tuan Kadi?” gumam semua muridnya keheranan.
“Apa? Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!” kata Abu Nawas menghapus keraguan murid-muridnya.
“Barangsiapa yang mencegahmu, jangan kau berdulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa yang bertanya katakan saja aku yang menyuruh merusak. Baran Siapa yang, hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan lemparilah dengan batu,” lanjut Abu Nawas lagi.
Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak ke arah Rumah Tuan Kadi. Laksana demonstran mereka berteriak
teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi.
Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Lebih-lebih ketika tanpa basa-basi lagi mereka langsung merusak rumah Tuan Kadi. Orang-orang kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani mencegah.
Melihat banyak orang merusak rumahnya,Tuan Kadi segera keluar dan bertanya kepada mereka.
“Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?”tanya Tuan Kadi dengan marah.
“Guru kami, Tuan Abu Nawas yang men yuruh kami!” jawab mereka serempak. Habis menjawab begitu mereka-bukan, nya berhenti malah terus menghancurkan rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah. Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena , tidak orang ada yang berani membelanya. _“Dasar Abu Nawas penghasut, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya kepada Baginda Raja,” kata Tuan Kadi dengan ketus.
Benar. esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam kepada Baginda sehingga Abu Nawas dipanggil menghadap ke istana. Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya perihal kejadian semalam.
‘Hai Abu Nawas apa sebabnya kau merusak rumah Kadi itu?” tanya Baginda Raja.
Wahai Tuanku. sebabnya ialah pada suatu malam hamba bermimpi. bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya. Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus lagi.Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi.”
‘HaiAbu Nawas. bolehkah hanya karena mimpi sebuah perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?” tanya Baginda Raja dengan geram.
“Hamba Juga memakai hukum Tuan Kadi yang baru Ini, Tuanku kata Abu Nawas dengan tenang Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. Ia terdiam seribu bahasa.
“Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?” tanya Baginda Raja kepada tuan Kadi.
Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran karena takut.
“Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini!” perintah Baginda Raja.
“Baiklah. Baginda, beberapa hari yang lalu ada sebrang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. Ini hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung mendatangi si pemuda Mesir dan meminta. mahar anaknya. Tentu saja pemuda Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, di sinilah tipu muslihat Tuan Kadi. ia ternyata merampas semua harta benda milik pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan akhirnya ditolong oieh Wanita tua penjual kahwa,” kata Abu Nawas dengan tenang sambil memandang ke arah Tuan Kadi yang masih terlihat gemetar
Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya seratus persen, maka ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu ke hadapan Baginda.
“Hai pemuda Mesir ceritakanlah hal-ihwal dirimu sejak engkau datang ke negeri ini,” perintah Baginda kepada si Pemuda.
Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan pemuda itu juga membawa saksi yaitu Pak Tua pemilik penginapan tempat dia menginap.
“Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang buruk moralnya,” seru Baginda Raja dengan geram.
Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir. Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas pulang ke rumahnya. Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas
“Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun kepadaku. ‘ Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua,” kata Abu Nawas.Pemuda Mesir itu betuI-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembaii ke negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada penduduk Mesir sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.
CERITA ABU NAWAS : DI USIR DARI KOTA
Mimpi buruk yang dialami Baginda Raja HarunbAl Rasyid tad malam menyebabkan Abu Nawas diusir dari negeri kelahirannya sendiri. Abu Nawas tidak berdaya. Bagaimana pun ia harus segera menyingkir meninggalkan negerinya tercinta
hanya karena mimpi. Masih jelas terngiang-ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga-Abu Nawas.
“Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki .tua. Ia mengenakan jubah putih. Ia berkata bahwa negerinya akan ditimpa bencana bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. Ia harus diusir dari negeri ini sebab orang itu membawa kesialan. Ia boleh kembali ke negerinya dengan syarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-Iompat dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang lain,” kata Baginda Raja kepada Abu Nawas Dengan bekal yang diperkirakan .” cukup Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya. Istri Abu Nawas hanya bisa mengiringi kepergian suaminya dengan deraian air mata. Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang dibawanya mulai menipis. Abu Nawas tidak terlalu meratapi pengusiran dirinya dengan kesedihan yang terlalu mendalam.
Sebaliknya Abu Nawas merasa bertambah yakin, bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menolong keluar dan kesulitan yang sedang melilit pikirannya “Bukankah tiada seorang teman pun yang lebih baik dari pada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu?” pikir Abu Nawas di dalam hati”
Setelah beberapa hari Abu Nawas berada di negeri orang, ia mulai diserang rasa rindu yang. menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu makin lama makin menderu-deru seperti dinginnya jamharir Sulit untuk dibendung.
Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir.
“Apakah dengan akal Ia harus melepaskan diri? Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke Istana Baginda? Tidak akan ada seorangpun yang sanggup melakukannya. Aku harus bisa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain,” pikir Abu Nawas lagi Pada hari kesembilan belas Abu tidak termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan,
Abu Nawas berangkat, menuju ke negerinya sendiri. Perasaan rindu dan senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ia melecut-Iecut semakin menggila karena Abu Nawas tahu sudah semakin dekat dengan kampung halaman Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira desas desus tentang kembalinya Abu Nawas segara menye
bar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung. Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke telinga Baginda Harun Al Rasyid.
Baginda juga merasa gembira mendengar berita itu tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda. Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali, karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman.
Namun, Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulangke negerinya. Baginda sama sekaii tidak pernah membayangkan kalau Abu Nawas temyata bergelayut di bawah perut keledai. Sehingga Abu Nawas terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan karena memang tidak bisa dikatakan telah melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.
CERITA ABU NAWAS : MENANGKAP ANGIN
Abu Nawas kaget bukan main ketika seorang utusan Baginda Raja datang ke rumahnya. Ia harus menghadap Baginda secepatnya. Entah permainan apa lagi yang akan dihadapi kali ini. Pikiran Abu Nawas berloncatan ke sana keman Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. ‘
“Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil,” tanya Abu Nawas.
“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya,” kata Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti, tetapi ia bingung bagaimana cara membuktikgn bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena tidak bisa di lihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa diiihat. Sedangkan angin tidak.
Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan, ia yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum Juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar
tidak bisa tidur walau hanya sekejap. Mungkin sudah takdir; kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda, ia berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.
Bukankah Jin itu tidak teriihat?”Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri
ia berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian manuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya. Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas.
“Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?” tanya Baginda Raja.
“Sudah Paduka yang mulia,’jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botoi yang sudah disumbat.
Kemudian Abu Nawas menyerahkan botoi itu. Baginda menimbang-nimang botol itu. Mana angin itu, hai Abu Nawas?” tanya Baginda
“Didalam, Tuanku yang mulia,” ‘jawab Abu Nawas penuh takzim “Aku tak melihat apa-apa, ”kata Baginda Raja
“Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu,” kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dIbuka. Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung. “Bau apa ini, hai Abu Nawas?” tanya Baginda marah. ,
“Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol,” kata Abu Nawas ketakutan.
Tetapi Baginda tidakjadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal.
“Ha ha ha ha kau memang pintarAbu Nawas,” puji Baginda Raja. “Tapi, jangan keburu tertawa dulu, dengar dulu apa kata Abu Nawas, Baginda!” kata Abu Nawas selanjutnya. “Ya Abu Nawas!” sahut Baginda.
“Hamba sebenarnya cukup pusing memikirkan cara melaksanakan tugas memenjarakan angin ini,” kata Abu Nawas mulai melancarkan aksinya.
“Lalu apa maksudmu, Abu Nawas?” tanya Baginda Raja. “Hamba minta ganti rugi,” kata Abu Nawas lagi. “Kau hendak memeras seorang Raja?” hardik Baginda Raja. ‘Oh. bukan begitu Baginda,” kata Abu Nawas mulai cemas. ‘Lalu apa maumu?” tanya Baginda.
‘Baginda harus memberi saya hadiah berupa uang sekedar untuk bisa belanja dalam satu bulan,” pinta Abu Nawas memelas.
“Kalau tidak?” tantang Baginda.
“Kalau tidak hamba akan menceritakan kepada khalayak ramai bahwa Baginda telah dengan sengaja mencium kentut hamba!” kata Abu Nawas .
‘Hah?’ Baginda kaget dan jengkel tapi kemudian tertawa terbahak-bahak. .
“Baik permintaanmu kukabulkan!” kata Baginda Raja.
Abu Nawas pun dapat tersenyum lega sambil membawa sekantung uang di tangannya ia pulang ke rumah.
CERITA ABU NAWAS : MENGALAHKAN TUAN TANAH PELIT
Hari itu puasa Ramadhan menjelang hari keenam. Seperti biasa, Abu Nawas duduk di beranda depan gubuknya sambil menunggu bedug Maghrib tiba. Sambil memandang langit biru yang mulai nampak senja, Abu Nawas berpikir bagaimana agar dapur rumahnya agar tetap mengepuL. Sementara itu ada seorang tuan tanah yang rumahnya tak jauh dari rumah Abu Nawas. Sebagai tuan tanah tentu saja mempunyai rumah yang besar. Lengkap dengan seperangkat gudang makanan, lahan peternakan dan kamar.
Hampir setiap orang yang berada didaerah itu bahkan Abu Nawas sendiri bekerja dengan tuan tanah itu. ia bekerja keras setiap hari hari tetapi dengan hasil yang sedikit. Dan bila meminjam uang padanya maka harus mengembalikan dengan bunga yang sangat tinggi. Dan sebagai tuan tanah, dia mempunyai sifat yang pelit, kikir, tamak dan Ioba.
Tuan tanah ini mendengar kabar bahwa Abu Nawas mempunyai suatu kepandaian yang aneh. Bila ia meminjam sesuatu maka akan dikembalikan secara lebih. katanya pinjamannya itu beranak. Seperti meminjam seekor ayam maka ayam itu akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak. Menarik juga kepandaian Abu Nawas ini pikir sang tuan tanah. Tuan tanah lalu berpikir agar Abu Nawas segera meminjam darinya. Secara kebetulan sore itu Abu Nawas ingin meminjam 3 butir telur kapada tuan Tanah itu, Tuan tanah tentu saja senang memberikan pinjaman kepada Abu Nawas karena pinjaman itu akan menjadi banyak karena beranak. Bahkan tuan tanah itu menanyakan kepada Abu Nawas apakah ingin meminjam yang lain.
Abu Nawas menjawab tidak perlu. Dia hanya butuh 3 butir telur. Tuan tanah itu bertanya lagi dengan Abu Nawas kapan telur itu akan beranak? Abu Nawas menjawab itu tergantung dengan . keadaan. Lima hari kemudian, Abu Nawas kembali ke rumah tuan tanah itu. Mengembalikan telur 3 menjadi 5 butir. Melihat 5 butir telur betapa senangnya Tuan tanah itu. Tuan tanah lalu menanyakan kepada Abu Nawas apakah ia akan meminjam lagi.
Abu Nawas lalu meminjam piring tembikar sebanyak 2 buah. Tuan tanah itu memberikan dengan senang hati dan berharap piringnya itu menjadi banyak. Lima hari kemudian Abu Nawas datang dengan membawa 3 piring tembikar. Walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hatinya cukup gembira karena dua piring dulu hanya melahirkan 1 anak saja. Tak mengapa pikir sang tuan tanah karena bisa saja orang mempunyai anak tunggal bahkan tidak memiliki anak. ‘
Abu Nawas dan Tuan tanah itu sama-sama senang. Oleh karena itu tuan tanah meminjamkan uang senilai 1000 dinar Jumlah yang sangat besar, gaji buat seluruh karyawan dan pekerjanya selama 1 bulan. Tuan tanah itu berangan-angan bahwa uang yang dipinjam Abu Nawas nanti akan diapakan karena akan banyak beranak.
Tuan tanah itu menanti dengan tidak sabar. Ditunggu selama iima hari, Abu Nawas tidak kunjung datang. Hampir satu bulan, Abu Nawas juga tidak datang. Saat tuan tanah akan mendatangi rumah Abu Nawas dengan anak Buahnya, Abu Nawas datang, Mulanya tuan tanah gembira tapi sesudah Abu Nawas menjelas. kan persoalannya, bukan main marahnya tuan tanah itu.
“Sayang sekali tuan. Uang yang saya pinjam itu, bukannya beranak, malah tiga hari kemudian mati mendadak,” kata Abu Nawas. .
Mendengar kata-kata itu betapa geramnya tuan tanah. Hampir saja Abu Nawas dihajar anak buah tuan tanah. Untung saja ada teman-teman Abu Nawas yang baru pulang dari bekerja.
Tuan tanah itu mengadukan kepada pengadilan. Tuan tanah itu berharap Abu Nawas akan digantung atau bahkan dihukum rajam. Dan, pengadilan pun digetar. Abu Nawas membeberkan semua duduk permasalahanya. Demikian juga tuan tanah itu menjelaskan. Pengadilan pun memutuskan cukup rasionaI (masuk akal). Kalau sesuatu bisa beranak sudah pasti bisa mati. Dan Abu nawas telah menjalankan lakonnya dengan baik. Adapun tuan tanah yang tamak itu telah tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak, pelit.
CERITA ABU NAWAS : MENIPU GAJAH
Karena tidak ada yang harus-dikerjakan di rumah, Abu Nawas keluar untuk mencari angin. Jalan-jalan. Abu nawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.
“Ada kerumunan apa di sana?” tanya Abu Nawas.
“Pertunjukan keliling yang melibatkan gajah ajaib,” jawab kawan Abu Nawas tersebut.
“Apa maksudmu dengan gajah ajaib?” tanya Abu Nawas lagi.
“Gajah yang bisa mengerti bahasa manusia dan yang lebih menakjubkan lagi adalah gajah itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja,” jawab kawan Abu Nawas. Abu Nawas makin tertarik. Ia tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.
Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertuniukan itu, sang pemilik gajah dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat gajah itu mengangguk-angguk. ‘ Tidak heran bila banyak diantara para penonton yang mencoba untuk maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat gajah ituk mengangguk-angguk, tetapi usaha mereka sia-sia. Gajah itu tetap menggelenggelengkan kepala. Melihat kegigihan gajah itu. Abu Nawas semakin penasaran hingga ia maju untuk mencoba, Setelah berhadapan dengan bi. natang berbelaiai itu Abu Nawas bertanya kepada sang gajah.
Tahukah engkau siapa aku ini’?”
Gajah menggeleng
“Apakah engkau tidak takut kepadaku?” tanya Abu Nawas lagi. Namun Gajah itu tetap saja menggeleng-gelengkan kepala.
“Apakah engkau takut kepada tuanmu?” tanya Abu Nawas memancing.
Gajah itu mulai ragu.
“Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu,‘ IanjutAbu Nawas mengancam.
Akhimya gajah itu terpaksa mengangguk-angguk.
Atas keberhasilan Abu’Nawas membuat gajah itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak.
Bukan main marahnya pemilik gajah itu hingga memukuli bina’ tang yang malangitu. Pemilik gajah itu malu bukan kepalang.
Pada hari berikutnya, ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia meiatih gajahnya mengangguk-angguk. Bahkan ia mengancam akan menghukum berat gajahnya apabila sampai bisa dipancing . penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan. |Saat-saat yang dinanti telah tiba Kini para penonton ingin mencoba, harus sanggup membuat gajah itu menggeleng. menggelengkan kepala. Maka, seperti hari sebelumnya banyak para penonton tidak sanggup memaksa gajah itu menggeleng-gelengkan kepala Setelah tidak ada Iagi yang ingin mencobanya Abu Nawas maju lagi Ia ingin mengulang pertanyaan yang sama.
“Tahukah _engkau siapa aku ini?” tanya Abu Nawas. Gajah itu mengangguk
“Apakah engkau tidak takut kepadaku?” tanya Abu Nawas lagi . Gajah itu tetap mengangguk.
“Apakah engkau _tidak takut_ kepada tuanmu?” pancing Abu Nawas
Gajah itu tetap mengangguk.
Gajah itu mengangguk karena binatang itu Iebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.
Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam. “Tahukah engkau apa guna balsam ini?” tanya Abu Nawas. Gajah itu tetap mengangguk
“Baiklah boiehkah kugosok selangkangmu dengan balsam?” tanya Abu Nawas iagi. Gajah itu mengangguk lagi Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu. saja Gajah itu merasa agak kepanasan dan mu!ai agak panik Kemudian Abu Nawas menge|uarkan bungkusan yang cukup besar Bungkusan itu juga berisi balsam. “Maukah engkau bila balsam |ni aku habiskan untuk menggosok seiangkangmu?” ancam Abu NaWas Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga terpaksa gajah itu menggelenggelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah. Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara itu.
CERITA ABU NAWAS : DEBAT TENTANG AYAM DAN TELUR
Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum, Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barangsiapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang ”amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.
Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liar. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas.
Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri. Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya pada peserta pertama.
“Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?” tanya Baginda. “Telur,” jawab peserta pertama. ‘ “Apa alasannya?” tanya Baginda. “Bila ayam lebih dahulu itu tidak mun dari telur,” kata peserta pertama menjelaskan
“Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu baginda.
peserta pertama pucat pasi. Wajah putih seperti kertas. ia tidak bisa menjawap tanpa ampun ia di masukkan ke dalam penjara.
Kemudian peserta kedua maju. ia berkata kepada Baginda.
“Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan,” kata peserta kedua.
“Bagaimana bisa bersamaan?” tanya Baginda.
“Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasai dari telur. Bila telur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami,” kata peserta kedua dengan mantap.. “Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?” sanggah Baginda memojokkan. Peserta … kedua bingung. Ia pun dijebloskan ke dalam penjara. Lalu giliran peserta ketiga. Ia berkata . kepada Baginda Raja. “Tuanku yang mulia, sebenarnya ” ayam tercipta lebih dahulu daripada telur kata peserta ketiga. Sebutkan alasanmu, kata Baginda. Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina.” kata Peserta. ketiga meyakinkan. “Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada. kata Baginda memancing.
“Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri ” peserta ketiga berusaha menjelaskan.
‘Bagaimana bisa ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?’ tanya Baginda
Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda Ia pun dimasukkan ke penjara.
Kmi tiba giliran Abu Nawas. ‘Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam, kata Abu Nawas. “Coba terangkan secara logis, kata Baginda ingin tahu. ‘
“Ayam bisa mengenal telur sebaliknya te!ur tidak mengenal ayam ‘kataAbu Nawas singkat
Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu Nawas
CERITA ABU NAWAS : TERTIPU SANDAL AJAIB
Kampung tempat tinggal Abu Nawas lama kelamaan membuatnya merasa tak nyaman karena banyaknya orang yang menumpuk-numpuk harta dengan menghalalkan segala cara. Otomatis hal ini membuat Abu Nawas gusar, karena sebagai seorang ulama, Abu Nawas berfikir bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran agama. Untuk menghentikan perbuatan buruk tersebut, Abunawas memutar otak mencari ide yang tepat untuk menyadarkan banyak orang. Setelah berpikir panjang, akhirnya ia menemukan ide cemeriang yaitu ide sandal ajaib. Dengan mengambilperalatan .
sederhana, berangkatlah ia ke pasar untuk gelar tikar menjual sandai-sandal. “Sandal ajaib sandal ajaib sandal ajaib kata Abu nawas berkali-kali di pasar.
Sesaat kemudian muncullah salah seorang pemuda yang melihat-lihat barang dagangannya.
“Silahkan Tuan, mau mencari apa?” tanya Abu nawas.
“Saya ingin mencari Sandal yang bisa merubah hidupku” yang miskin ini ,”jawab pemuda itu. .
“Apa maksud Tuan?” tanya Abu nawas Iagi
“Saya Ini sudah lama hidup miskin dan ingin sekali kaya raya
Saya ingin membeli barang yang bisa memberikan saya keberuntungan,” kata pemuda itu. Sejurus kemudian Abunawas men salah satu sandal ajaibnya. Ia mengatakan bahwa sandal itu akan membikin penggunanya dari tak punya menjadi orang yang punya. Karena tertarik, pembeli itu akhirnya jadi juga membeli sandal ajaib itu dengan harga yang lumayan mahal. Si pemuda langsung saja memakai sandal ajaib itu berkeliling kampung dengan harapan semoga keberuntungan segera berpihak kepadanya. Akan tetapi, harapannya tak kunjung terwujud. Jangankan keberuntungan. si pemuda malah dikira pencuri di kampung tersebut.
Untung saja para warga tak sampai menghakiminya. Karena merasa tertipu, pemuda itu kembali lagi “menemui Abu Nawas untuk protes. “Assalamu’alaikum,” sapa pemuda itu.“Wa’alaikum salam, ah temyata Tuan, bagaimana kabar Tuan?” tanya Abu Nawas.
“Kabar jelek. Aku selain ditimba kemalangan gara-gara sandal ini. Padahal dulu engkau mengatakan Kalau sandal ini bisa mendatangkan keberuntungan, bisa menjadi kaya dan terkenal, tapi mana buktinya?” protes si pembeli. “Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan seperti itu Tuan?” sergah Abu Nawas ‘ .
“Saya hanya mengatakan bahwa bila Tuan pada mulanya orang yang tidak punya, maka dengan membeli sandal ini Tuan akan menjadi orang yang punya. Buktinya sekarang Tuan sudah memuliki sandal ajaib ini,” kata Abu Nawas.
Begitu mendengar penuturan Abu Nawas, pemuda itu hanya bisa diam, ia menyadari bahwa dirinya sedang salah tafsir.
“Lalu mengapa engkau mengatakan bahwa sandal ini ajaib?”
tanya pembeli.
“Karena merk sandal ini adalah ajaib, sandal ajaib,”jawab Abu Nawas.
Akhirnya pemuda itu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.
“Tunggu Tuan, saya ingin mengatakan sesuatu kepada Tuan. Mungkin saja akan ada manfaatnya,” kata Abu Nawas.
“Jangan percaya kepada barang ajaib, karena percaya pada sesuatu selain Tuhan bisa membuat kita syirik dan akan mendapatkan kesusahan di dunia dan akhirat kelak. Buktinya sebagaimana yang Tuan alami ini, oleh karena itu, segeralah bertobat kepada Tuhan,” kata Abu Nawas.
Mendengar penuturan Abu Nawas, sepertinya pemuda itu menyadari kesalahannya. Ternyata banyak sekaLi haI-hal yang bisa membawa kepada perbuatan yang dimurkai Tuhan. Mulai saat itulah ia bertobat kepada Tuhan.
CERITA ABU NAWAS : TERHINDAR KEMARAHAN ISTRI
diam-diam temyata Abu Nawas memiliki istri yang pencemburu. Pada saat Abu Nawas sering pulang larut malam, sang istri selalu marah-marah kepadanya.
Pada suatu hari, Abu Nawas keluar rumah hingga larut malam. Hal ini membuat istrinya merasa gelisah dan emosi karena sudah berjam-jam menunggu di rumah. Dia pun tidak bisa tidur garagara Abu Nawas belum pulang. Bahkan sang istri telah menyiapkan suatu rencana untuk memarahiAbu Nawas ketika dia puiang nanti.
Waktu pun sudah beranjak iaruta malam, di luar begitu gelap, tetapi Abu Nawas belumjuga kembali pulang. Tiba-tiba saja, dalam kondisu seperti itu, terdengar suara orang yang hendak masuk dari jendela rumah yang terbuat dari kayu. Mendengar suara itu, istri Abu Nawas pun iangsung siap siaga untuk melancarkan aksinya.
Dia menuju jendela rumah sambil memegang sepotong kayu berukuran lumayan besar. Dia berpikir bahwa Abu Nawas sengaja masuk rumah metalui jendela karena takut dimarahi oleh istrinya. Tak lama kemudian, masuklah seseorang melalui jendela yang ukurannya reiatif kecil.
Dalam kondisi yang gelap, wajah orang tersebut tak kelihatan. Akan tetapi istri Abu Nawas yang sudah tersulut emosinya Iangsung saja memukulkan kayu yang dibawanya ke orang tadi. Dia memukul secara membabi buta hingga membuat orang yang dikira suaminya itu jatuh tak berdaya ke lantai.
“Ampun, ampun,” ujar orang tersebut. Tentu saja pukulan membabi buta yang dilakukan Istri Abu Nawas tersebut membuat orang itu terkapartak berdaya di lantai rumah. Istri Abu Nawas pun merasa puas dengan tindakannya ini. menganggap bahwa tindakannya setimpal dengan kesalahan suaminya. Abu Nawas. “Ayo cepat bangun. lain kalijangan diulangi lagi dengan pulang larut malam.“ kata istri Abu Nawas dengan nada tinggi. Setelah ditunggu beberapa menit, orang tersebut tidak bangkit-bangkit dari pingsannya. Maka istri Abu Nawas . mulai penasaran dengan keadaan orang tersebut. Dalam keadaan cahaya yang kurang. istri Abu Nawas berusaha melihat dengan seksama orang yang telah dipukulnya tadi.
Betapa kagetnya istri Abu Nawas, ternyata orang yang dipukulnya tadi bukan suaminya. Dia tidak mengenal sama sekali wajah orang yang dipukulnya tadi. Dalam kondisi seperti itu, istri Abu Nawas kemudian menyebut orang itu sebagai pencuri. la pun kemudian berteriak sekeras-kerasnya. ‘Ada pencun’, tolong, tolong, tolong.” teriak istriAbu Nawas ketakutan. Tentu saja teriakan istri Abu Nawas tersebut membuat warga dl sekitar rumahAbu Nawas berhamburan keluar dan menangkap pencuri tersebut. Tak lama kemudian, banyak warga yang sudah berkumpul di rumah Abu Nawas. Mereka kemudian menangkap dan mengikat pencuri yang masih pingsang di lantai rumah Para warga pun terkejut dengan kejadian tersebut. Ada seorang pencuri yang dapat ditangkap dan ditaklukan oleh seorang wanita. Bahkan, pencuri itu babak belur dipukuli oleh istri Abu Nawas.
“Wah, hebat sekali, pencuri ini sampai pingsan tak berdaya di lantai. Mungkin butuh berminggu-minggu agar bisa pulih kembali seperti sedia kala,” kata salah satu warga
“Maaf Pak. Saya tak bermaksud menyakitinya, apalagi sampai separah itu Hanya suatu kekeliruan saja, Pak,” kata istri Abu Nawas berusaha menjelaskan.
“Kekeliruan bagaimana?” tanya warga tersebut. “Waktu itu, dia masuk melalui jende!a dapur. Saya kira suami saya yang baru pulang, makanya langsung saya memukulinya tanpa ampun,” jeias istri Abu Nawas lagi.
Tak berapa lama kemudian Abu Nawas pun datang di tengahtengah mereka. la terkejut melihat banyak warga yang berkumpul di rumahnya. Setelah mendengar cerita pencuri yang babak belur dihajar istrinya, dia pun tersenyum kecitdan bersyukur dalam hati.
“Untung saja bukan saya yang dihajar, makanya jangan main pukul, beginilah akibatnya,” kata Abu Nawas. Meskipun demikian Abu Nawas merasa bangga dengan istrinya yang sanggup melumpuhkan pencuri seorang diri.
CERITA ABU NAWAS : MENGANGKAT MASJID
Dikisahkan. Pada masa pemerintahan raja Harun al Rasyid, hiduplah seorang ce’rdik cendikia yang bernama Abu Nawas, dia adalah orang yang sangat sangat cerdik. Karena kecerdikannya ia diangkat menjadi penasehat raja Harun ai Rasyid.
Suatu ketika Baginda Raja dan penasehatnya ini sedang dudukduduk di teras masjid sambil berbincang-bincang mengenai rencana Baginda yang akan memperluas bangunan istana, namun hal itu terkendala oleh letak masjid yang bakal terkena dampak
perluasan istana tersebut. Kemudian Baginda Raja pun meminta saran kepada Abu Nawas sang penasehat. “Bagaimana pendapatmu penasehat caranya memindahkan masjid ini, tapi jangan sampai masjid ini . rusak karena saya suka akan keindahan masjid ini,” kata Baginda Raja.
Mendapat pertanyaan begitu Abu nawaspun berpikir sejenak. “Begini Baginda, bagaimana kalau raja membuat sayembara, barang siapa yang bisa memindahkan. masjid Ini raja akan memberikan hadiah yang besar,” ujarAbu NawasDengan saran penasehat ini Baginda Raja pun setuju.
‘Baiklah kalau begitu segera umumkan kepada rakyat, barangsiapa yang dapat memindahkan masjid tanpa ada kerusakan Sedkitpun maka akan kuberi unta sebanyak 50 ekor,” kata Baginda Raja.
Maka diumumkanlah sayembara Baginda Raja ini ke masyarakat, sehingga gemparlah rakyat atas sayembara raja tersebut Banyak rakyat yang mendaftar dengan team-team yang berfariasi jumlahnya Hingga pada hari yang telah ditentukan maka seluruh rakyat berkumpul didepan masjid yang akan dipindahkan.
“Wahai rakyatku yang kucintai, akumengadakan sayembara ini’untuk membuat sebuah istana supaya lebih megah sehingga bangsa lain akan lebih hormat dengan negara kita. Barangsiapa yang mampu memindahkan masjid ini maka saya akan berikan kepadanya 50 ekor unta yang gemuk-gemuk,” kata Baginda Raja Harun al Rasyid.
Rakyat pun menyambutnya dengan tepuk tangan. Hingga akhirnya tibalah saatnya sayembara dimulai, namun dari para peserta yang mendaftar ini tidak ada satu pun yang sanggup memindahkannya. Sehingga Baginda Raja pun menjadi bingung kenapa dari peserta sayembara yang jumlahnya ratusan orang tersebut tidak ada yang mampu mengerjakannya.
Ditengah kegundahan Baginda Raja ini Majulah Abu nawas kedepan Baginda dan seluruh rakyat yang berkumpul.
“Baginda, ijmkaniah hamba Yang melaksanakan tugas ini sendirian, karena para peserta sudah tak ada yang sanggup,” ujar Abu Nawas.
“Sendiri?” tanya Baginda Raja penasaran. “Iya Baginda!” kata Abu Nawas meyakinkan. “Apa kamu sanggup penasehat?” kata Baginda lagi.
“Sanggup Baginda, tapi ada syaratnya!” jelas Abu Nawas.
“Apa syaratnya, pasti kupenuhi!” kata Baginda dengan penuh semangat. “Benarkah Baginda akan memenuhi syarat saya!” kata Abu Nawas memastikan.
“Benar, coba katakan!” kata Baginda.
“Masjid ini akan saya pikul sendirian asalkan ada yang mau meletakkannya diatas pundak saya raja!” kata Abu Nawas.
Raja pun berpikir bagaimana cara meletakkan masjid diatas pundak Abu Nawas, sedangkan peserta yang ratusan orang saja tidak ada yang sanggup menggeser sedikit pun masjid ini. Kemudian raja pun berkata kepada Abu nawas.
“Sebenarnya apa maksudmu Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Sebesar itulah beban yang ada dipundak Baginda untuk memakmurkan rakyat Baginda, dibandingkan hanya memikirkan keindahan istana raja yang tidak begitu penting. Maka lebih utamakan kemakmuran rakyat terlebih dahulu,” kata Abu Nawas.
Mendengar perkataan Abu Nawas tersebut maka Baginda Raja Harun al Rasyid pun mengerti maksudnya.
“Terima kasih karena engkau telah mengingatkanku untuk lebih
arif dalam memimpin kerajaan ini,” kata Baginda Raja kepada Abu Nawas.
Kemudian atas perintah raja diadakanlah pesta untuk rakyat. Semua ditanggung biayanya oleh Baginda Raja.
CERITA ABU NAWAS : MENGAJARI KELEDAI MEMBACA
Dengan menggunakan metode pengajaran yang khusus, ternyata Abu Nawas juga bisa menyulap seekor keledai yang dungu menjadi pintar membaca. Meski keledai ini tetap memiliki kekurangan dibandingkan dengan manusia. Ada saja orang yang iri akan kecerdikan Abu Nawas, termasuk para pembesar kerajaan yang ingin menjadi menteri kesayangan Raja.
Pada suatu hari seorang menteri kerajaan yang dipimpin oleh Harun al Rasyid tiba-tiba punya pikiran buruk kepada Abu Nawas. Rupanya ia iri jati terhadap perhatian Raja yang begitu berlebihan terhadap Abu Nawas daripada dirinya. Tanpa ada sebab, menteri itu memberikan Seekor keledai kepada Abu Nawas.
“Ajari keledai itu membaca.. Dalam 2 mingu, datanglah kembali kemari dan kita lihat hasilnya,” kata Menteri itu.
Abu Nawas menerimanya dan kemudian Pergi tanpa banyak kata. Namun dalam hati ia masih was-was juga atas niat menteri itu.
“Apakah ini salah satu tipu . dayanya untuk menghancurkan nama baikku?” tanya Abu Nawas dalam hati. Abu Nawas berusa tidak mempedulikannya dan dalam 2 minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, menteri mengajaknya menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid
“Baginda, akan aku tunjukkan siapa sebenarnya diriku ini, “kata Menteri itu dengan lantang
“Hai menteri, ada apa dengan dirimu?” bentak Raja Harun.
“Tenang Baginda hari ini Baginda akan tahu kecerdasan akal saya sebenarnya mengungguli kecerdasan Abu Nawas,” ucap Menteri.
“Apalagi yang akan dibuat oleh Menteri Ini, ” kata Abu Nawas dalam hati
“Baiklah, jika salah satu dari kalian menang, maka Ia berhak mendapatkan sekantung dinar ini, tetapi bagi yang kalah ia akan dihukum 3 bulan di penjara,” titah Sang Raja. Tanpa bisa megelak, Abu Nawas terpaksa menyanggupi permainan aneh itu. Tiba-tiba Menteri itu menunjuk ke gebuah buku besar
“Coba buktikan jika keledai itu bisa membaca, bukankah engkau cerdas dalam segala hal?” kata Menteri kepada Abu Nawas.
Abu Nawas lalu menggiring keledainya ke buku itu dan membuka sampulnya. Si keledai menatap buku itu dan tak lama kemudian mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman terakhir. Setelah selesai si keledai menatap Abu NaWas.
“Demikianlah keledaiku bisa membaca,”kata Abu Nawas. Kini giliran si menteri itu menginterogasi. .“Bagaimana caramu mengajari dia membaca? tanyanya. “Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa memakan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik balik halaman buku dengan benar,” jelas Abu Nawas. “Tapi bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?” tukas Si Menteri. ‘ “Memang demikianlah cara keledai membaca, dia hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai bukan?” jawab Abu Nawas.
Jawab Abu Nawas ini mendapatkan anggukan dari Baginda Raja. Baginda mengerti, sepintar-pintamya hewan, tidak akan sanggup menjadi sesempuma manusia. Hanya manusia bodoh saja yang tidak mampu menggunakan akalnya untuk berpikir.
Akhirnya Abu Nawas mendapatkan hadiah sekantung dinar, sedangkan Menteri masuk penjara.
KISAH ABU NAWAS : MENJADIKAN RAJA SEBAGAI BUDAK
Kadangkala untuk menunjukkan sesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan mata kepala sendin, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli budak di kaiangan masyarakat kerajaan.
Dengan tekad buiatAbu Nawas merencanakan menjual Baginda Raja. Karena menurutAbu Nawas hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu
mempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau sekarang giliran Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Ai Rasyid
“Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada Paduka yang mulia” kata Abu Nawas ‘
“Apa itu wahai Abu Nawas?”tanya Baginda langsung tertarik, ‘
“Sesuatu yang hamba yakin belum pernah teriintas di dalam benak Paduka yang mulia,” kata Abu Nawas meyakinkan. ‘
“Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya,” kata Baginda Raja tanpa rasa curiga sedikit pun. “Tetapi Baginda ,” kata Abu Nawas sengaja tidak melanjutkan kalimatnya. “Tetapi apa?” tanya Baginda tidak sabar.
“Bila Baginda tidak menyamar sebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu,” kata Abu Nawas.
Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia menyamar sebagai rakyat biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.
Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja HarunAI Rasyid berangkat menuju“ ke sebuah hutan.
Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda , Raja mendekati. sebuah pohon yang rindang dan ‘ memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara itu Abu Nawas menemui seorang Badui yang pekerjaannya menjual budak. Abu Nawas mengajak pedagang budak itu untuk melihat calon budak yang akan dijual kepadanya dari jarak yang agak jauh. Abu Nawas beralasan bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman dekatnya. Dan’ itu Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan mata. Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok. Abu Nawas pun membuatkan surat kuasa yang menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atasdiri orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak itu.’
Baginda “Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang budak menghampirinya. Ia belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain di situ.
“Siapa engkau?” tanya Baginda Raja kepada pedagang budak.
“Aku adalah tuanmu sekarang,” kata pedagang budak kasar.
Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun AI R_asyid dalam pakaian yang amat sederhana.
“Apa maksud perkataanmu tadi?” tanya Baginda Raja dengan wajah merah padam. .
“Abu Nawas telah menjuai engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru dibuatnya, ” kata pedagang budak dengan kasar.
Abu Nawas menjual diriku kepadamu?” kata Baginda makin murka. “Ya!” bentak pedagang budak.
“Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?” tanya Baginda geram.
‘Tidak dan itu tidak perlu,” kata pedagang budak seenaknya.
Lalu ia menyeret budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu. Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rurnah Badui itu sehingga memandangnya saja Sultan Harun AI Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya. “Ayo kerjakan!” bentak Badui itu. Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si Badui melihat cara Sultan Harun AI Rasyid memegang parang merasa aneh.
“Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali!” seru Badui itu marah. .
Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. Ia mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si Badui.
“Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih dahulu. Wah lama-Iama aku tak tahan iuga,” gumam Sultan Harun Al Rasyid.
Si Badui menatap Sultan Harun Ai Rasyid dengan pandangan heran dan iama-iama menjadi marah. Ia merasa rugi barusan membeli budak yang bodoh. “Hai Badui! Cukup semua ini aku tak tahan,” kata sang Sultan.
“Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku!” kata Badui itu sembari memukul baginda. Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang, ia menjerit keras saat dipukul kayu. “Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun AI Rasyid,” kata Baginda sambil menunjukkan tanda kerajaannya. Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal Baginda Raja. Ia pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja. Baginda Raja mengampuni pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu. Tetapi kepada Abu Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.
KISAH ABU NAWAS DI HUKUM GANTUNG
Cita-cita atau obsesimenghukumAbu Nawas sebenarnya masih bergolak, namun Baginda merasa kehabisan akal untuk menjebakAbu Nawas. Seorang penasihat kerajaan ke, percayaan Baginda Raja menyarankan agar Baginda memanggil seorang ilmuwan-uiama yang berilmu tinggi untuk menandingi Abu Nawas. Pasti masih ada peluang untuk mencari kelemahan Abu Nawas Menjebak pencuri harus dengan pencuri. Dan ulama dengan ulama.
Baginda menerima usul yang cemerlang itu dengan hati bulat. Setelah ulama yang berilmu tinggi berhasil ditemukan Baginda Raja menanyakan cara terbaik menjerat Abu Nawas. Ulama itu memberi tahu cara-cara yang paling jitu kepada Baginda Raja. Baginda Raja manggut-manggut setuju. Wajah Baginda tidak lagi munmg. Apalagi ulama itu menegaskan bahwa ramalan Abu Nawas tentang takdir kematian Baginda Raja sama sekali tidak mempunyai dasar yang kuat. Tiada seorang pun manusia yang tahu kapan dan di bumi mana ia akan mati apalagi tentang ajal orang lain.
Ulama andalan Baginda Raja mulai mengadakan persiapan seperlunya untuk memberikan pukulan fatal bagi Abu Nawas. siasat pun dijalankan sesuai rencana. Abu Nawas terjerembab ke pangkuan siasat sang ulama. Abu Nawas melakukan kesalahan yang bisa menghantarnya ke tiang gantungan atau hukuman pancung. Benarlah peribahasa yang berbunyi sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat akan terpeleset. Kini Abu Nawas benar-benar mati kutu Sebentar lagi ia akan dihukum mati karena jebakan sang ilmuwan-ulama.
Banyak orang yang merasa simpati atas nasib Abu Nawas, terutama orang-orang miskin dan tertindas yang pernah ditolongnya Namun derai air mata para pecinta dan pengagum Abu Nawas tak mampu menghentikan hukuman gantung yang akan dijatuhkan.
Baginda Raja Harun AI Rasyid benar-benar menikmati kemenangannya. Belum pernah Baginda terlihat seriang sekarang. Keyakinan orang banyak bertambah mantap. Hanya satu orang yang tetap tidak yakin bahwa hidup Abu Nawas akan berakhir setragis itu yaitu istri Abu Nawas.
Bukankah Allah Azza Wa Ja la iebih dekat daripada urat leher. tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah Yang Maha Gagah. Dan kematian adalah mutlak urusan-Nya. Semakin dekat hukuman mati bagi Abu Nawas, orang banyak semakin resah. Tetapi bagi Abu Nawas malah sebaliknya. Semakin dekat hukuman bagi dirinya, semakin tenang hatinya bahkan Abu Nawas nampak setenang air danau di pagi hari
Baginda Raja tahu bahwa ketenangan yang ditampilkan Abu Nawas hanyalah merupakan bagian dari tipu dayanya Tetapi Baginda Raja telah bersumpah pada diri sendiri bahwa beliau tidak akan terkecoh untuk kedua kalinya
Sebahknya Abu Nawas juga yakin, selama nyawa masih melekat maka harapan akan terus menyertainya. Tuhan tidak mungkin menciptakan alam semesta ini tanpa ditaburi harapan-harapan yang menjanjikan. Bahkan dalam keadaan yang bagaimanapun gentingnya. Keyakinan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh Baginda Raja dan ulama itu. Seketika suasana menjadi hening, sewaktu Baginda Raja memberi sambutan singkat tentang akan dilaksanakan hukuman mati atas diri terpidana mati Abu Nawas. Kemudian tanpa memperpanjang waktu lagi Baginda Raja menanyakan permintaan terakhirAbu Nawas, Dan pertanyaan inilah yang paling dinanti-nantlkan Abu Nawas, “Adakah permintaan yang terakhir,” tanya sang Baginda. “Ada Paduka yang mulia, ” jawab Abu Nawas singkat. . “Sebutkan,” kata Baginda. ‘
“Sudilah kiranya hamba diperkenankan memilih hukuman mati yang hamba anggap cocok wahai Baginda yang mulia, ” pinta Abu Nawas.
“Baiklah,” kata Baginda menyetujui permintaan Abu Nawas.
“Paduka yang mulia, yang hamba pinta adalah bila pilihan hamba benar hamba bersedia dihukum gantung, tetapi jika pilihan hamba dianggap salah maka hamba dihukum pancung saja, ” kata Abu Nawas memohon. “Engkau memang orang yang aneh. Dalam saat-saat yang amat genting pun engkau masih sempat bersenda gurau. Tetapi ketahuilah bagiku segala tipu muslihatmu hari ini tak akan bisa membawamu kemanamana,” kata Baginda sambil tertawa.
“Hamba tidak bersenda gurau Paduka yang mulia,” kata Abu Nawas bersungguh-sungguh
Bagibda terpingkal-pingkal. Belum selesai Baginda Raja tertawa-tawa, Abu Nawas berteriak dengan nyaring.
“Hamba minta dihukum gantung!” teriak Abu Nawas.
Semua yang hadir kaget. Orang banyak belum mengerti mengapa Abu Nawas membuat keputusan begitu. Tetapi kecerdasan otak Baginda Raja menangkap sesuatu yang lain. Sehingga tawa Baginda yang semula berderai-derai mendadak terhenti.
Kening Baginda berkenyit mendengar ucapan Abu Nawas. Baginda Raja tidak berani menarik kata-katanya karena disaksikan oleh ribuan rakyatnya. Beliau sudah terlanjur mengabulkan Abu Nawas menentukan hukuman mati yang paling cocok untuk dirinya. Kini kesempatan Abu Nawas membela diri. “Baginda yang mulia, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan dihukum gantung. Kalau pilihan hamba benar maka hamba di hukum gantung. Tetapi di manakah letak kesalahan pilihan hamba sehingga hamba harus dihukum pancung. Padahal hamba telah memilih hukuman gantung?” kata Abu Nawas memaksa Baginda Raja dan ulama itu tercengang.
Benar-benar luar biasa otak Abu Nawas ini. Rasanya tidak ada , lagi manusia pintar selain Abu Nawas di negeri Baghdad ini.
“Abu Nawas aku mengampunimu, tapi sekarang jawablah pertanyaanku ini. Berapa banyakkah bintang di langit?”
Oh, gampang sekali Tuanku,” kata Abu Nawas. “Iya tapi berapa seratus juta seratus milyar?” tanya Baginda.
Bukan Tuanku, cuma sebanyak pasir di pantai,” jawab Abu Nawas
“Kau ini bagaimana bisa orang menghitung pasir di pantai?” tanya Baginda Raja heran.
‘Bagaimana pula orang bisa menghitung bintang di langit?” tanya Abu Nawas.
“Ha ha ha ha ha! Kau memang cerdik. Kau adalah pelipur laraku. Abu Nawas mulai sekarang jangan segan-segan, sering-seringlah datang ke istanaku. Aku ingin selalu mendengar lelucon-Ieluconmu yang baru!” perintah Baginda Raja.
“Siap Baginda!” kata Abu Nawas.“
Lalu Baginda memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong uang kepada manusia terlucu di negerinya itu.
KISAH ABU NAWAS DAN PETUGAS PERBATASAN
Setiap orang di negeri Irak mulai dari anak-anak hingga dewasa mengenal siapa Abu Nawas. Seperti kali ini desa merasa keheranan karena Abu Nawas setiap minggu tampak melakukan perjalanan dari desanya ke desa tetangga sudah masuk dalam wilayah kerajaan lain.
Kaili ini, seperti biasanya awal minggu pada suatu bulan, dini hari Abu Nawas telah keluar rumahnya yang sangat sederhana. Di samping rumah sederhana tersebut terdapat kandang kuda yang penghuninya kerap berganti-ganti.Pada dini hari itu, Abu Nawas bersiap-siap melakukan perjalanan menuju desa tetangganya sambil menunggang kuda. Keesokan harinya biasanya dia akan pulang ke desanya di negeri lrak tersebut sambil bawa banyak barang.
Tentu saja kebiasaan Abu Nawas ini menimbulkan pertanyaan bagi Pak Hamid, tetangganya, Suatu sore, ketika Abu Nawas pulang dari perjalanan, hal tersebut ditanyakan kepada Abu Nawas tentang perniagaananya yang membuat warga sekampung bingung.
Hai, Abu Nawas, kemanakah engkau beberapa waktu ini, kalau memang engkau memiliki perniagaan yang baik, tolonglah kau ajak kami,” kata Pak Hamid.
“Ada. Pak. Dan kukira tidak ada yang mau berniaga sepertiku,” jawab Abu Nawas.
Bulan pun berganti bulan, akhirnya Abu Nawas diduga telah melakukan perdagangan yang dilarang oleh kerajaan. Pada bulan berikutnya Abu Nawas berniat melakukan perdagangannya. Dia pun harus melalui perbatasan dengan kerajaan tetangga.
Si Fulan, petugas penjaga pintu perbatasan memeriksa selu ruh barang bawaan Abu Nawas. Namun tidak ditemukan satu barang pun yang mencurigakan. Hanya ditemukan bekal dan beberapa keping uang.
Keesokan harinya, kembali si Fulan berjumpa Abu Nawas di ‘ perbatasan. Kali ini Abu Nawas membawa banyak sekali barang yang semuanya dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan. Si Fulan tidak dapat membuktikan perihal dugaan perdagangan Abu Nawas yang terlarang. Bahkan, karena seringnya mereka bertemu, ‘ hubungan keduanya semakin akrab hingga akhirnya si Fulan dipindahkan dari tempat kerjanya.
Pada suatu hari, keduanya bertemu kembali di suatu kesempatan yang tidak terduga. Si Fulan sekarang bukan lagi seorang penjaga perbatasan. Dia telah pensiun dari pekerjaan itu.
Abu Nawas sekarang sudah dikenal sebagai seorang saudagar yang dermawan dan berhasil. Pertemuan itu akhirnya dilanjutkan dengan jamuan makan oleh Abu Nawas. Dalam kesempatan tersebut masing-masing bercerita tentang pengalaman yang telah mereka hadapi selama lebih kurang 20 tahun tidak bertemu.
“Usaha apa yang telah engkau lakukan di masa lalu, saudaraku, karena aku mengetahui kau tak membawa cukup uang. Tetapi ketika engkau pulang, tak hanya keperluan makanan, barang lainnya pun kau bawa setelah pulang dari perdagangan yang tidak sampai sehari semalam engkau lakukan,” tanya si Fulan. Mendengar hal tersebut, Abu Nawas pun tertawa sambil megingat kembali kebiasaan masa mudanya “sebenarnya sengit mudah saudaraku, untuk mencari bukti tak perlu harus memeriksa semua barang bawaanku. Seperti yang engkau ketahui bahwa aku senantiasa pergi dengan mengendarai Kuda” tetapi ketika pulang aku hanya berjalan kaki dan disitulah usahaku,” kata Abu Nawas. Mendengar penjelasan Abu Nawas, akhirnya si Fulan mengerti bahwa di masa itu Abu Nawas menjual kuda-kudanya di negeri tetangga dan pulangnya dia tukarkan dengan barang-barang lainnya.
KISAH ABU NAWAS DAN TELOR UNTA
Suatu ketika Raja Harun Al Rasyid terkena penyakit aneh. Tubuh Raja Harun Ai Rasyid terasa kaku dan pegal. Suhu badannya panas dan tak kuat untuk meiangkah. Penyakitnya itu membuat Baginda Raja tidak mau makan sehingga sakitnya
bertambah parah.
Berbagai tabib sudah berdatangan mengobatinya tetepi tetap saja sakit. Obat pun banyak yang ia minum tapi tetap saja hasilnya. Namun demikian, Baginda tidak mau menyerah. ia ingin sembuh. Maka iapun memerintahkan pengawalnya untuk mengumumkan sebuah sayembara. Barang siapa bisa menyembuhkan penyakit Baginda Raja, maka akan diberikan hadiah.
Berita sayembara itu didengar oleh Abu Nawas. la tertarik dengan sayembara ini. Maka tidak lama kemudian, iapun memutar otak sebentar dan pergi ke istana Raja Harun Al Rasyid. Baginda Raja terkejut ketika meiihatAbu Nawas datang hendak mengobati dirinya.
“HeiAbu Nawas, setahuku kau bukan tabib, tapi mengapa kau ikut sayembara ini?” tanya Baginda Raja heran.
“He he he tuan raja, janganlah Anda melihat penampilanku. meskipun begini aku bisa mengobati orang sakit,” jawab Abu Nawas.
“Benarkah? Berarti engkau bisa menyembuhkan sakitku juga?” tanya Baginda Raja masih tidak percaya.
t“Oh tentu Baginda, Sebenarnya apa sakit Anda?” tanya Abu Nawas.
‘Aku juga tidak tahu, tapi aku merasa seluruh tubuhku sakit
dan badanku panas Aku tampak lesu Abu Nawas,” keluh Baginda Raja Harun Al Rasyid.
‘Ha ha ha ha ha “Abu Nawas tertawa dengan jenaka. ‘HeiAbu Nawas apa yang lucu?” tanya Baginda agak geram.
‘Tidak Tuan, kalau penyakit itu sih gampang sekali menemukan obatnya, ‘I’eias Abu Nawas.
Sungguhkah? Apa nama obat itu dan dimana saya bisa menemukan obat itu?” tanya Baginda Raja penasaran.
“Baiklah saya beritahu Anda, nama obat itu adalah telor unta. Anda bisa mendapatkannya di kota Baghdad ini,” kata Abu Nawas.
Mendengar informasi itu. Baginda Raja merasa bersemangat ingin segera mendapatkan telur unta itu.
“Hei Abu Nawas, awas jika kau bohong. Akan kuhukum kau!” seru Baginda Raja .
Carilah dulu telur unta itu, jangan asal hukum saja sanggah Abu Nawas. Keesokan harinya Baginda Raja berangkat dengan pengawalnya. Ia memakai baju rakyat biasa karena tidak ingin diketahui bahwa Ia seorang raja. Raja Harun Al Rasyid mengunjungi pasar-pasar yang ada di daerah Baghdad tapi tidak ditemukan telur unta itu. Raja Harun AI Rasyid tidak mau menyerah ia terus berjalan ke rumah-rumah warga tapi tetap saja ia tidak menemukan telur unta. Semangat Raja Harun AI Rasyid ini sungguh kuat sekali, ia tidak peduli seberapa jauh jarak yang ia tempuh untuk mencari telur unta. Hingga akhirnya ia sampai di sebuah hutan.
Raja terus berjalan tanpa menghiraukan pengawalnya yang sudah kelelahan. Sambil menggerutu Ia tetap berpikir dimanakah telur unta itu berada “Awas kau Abu Nawas, kalau aku tidak menemukan teIur itu akan kuhukum kau!” gerutu Baginda Raja. “Pengawal bersiaplah menghukum Abu Nawas besok!” perintah Baginda Raja agak kesal.
“Siap Baginda. Tapi lebih baik kita pulang saja sekarang. Memang sepertinya kita tidak menemukan telur itu,” kata sang Pengawal yang sudah terlihat kelelehan.
Raja HarunAl Rasyid pun mempertimbangkan saran pengawalnya namun beberapa saat kemudian ia melihat seorang kakek yang sedang membawa ranting.
“Tunggu dulu pengawal, kita coba tanyakan kepada satu orang lagi,” seru Raja Harun Al Rasyid.
Baginda Raja menghampiri kakek yang membawa ranting itu. Melihat kondisinya yang sudah tua ia amat kasihan, maka iapun menawarkan jasanya untuk membawakan kayu-kayu itu.
Setelah sampai dirumahnya, sang Kakek mengucapkan terima kasihkepada Raja Harun Al-Rasyid. Sang Kakek tidak menyangka bahwa Ia adalah seorang raja.
“Terima kasih Nak. Semoga Allah membalas kebaikan Anda?” kata sang Kakek “Sama-sama, Kek,” jawab Raja Harun Ai Rasyid.
“Oh iya Kek. Saya mau bertanya, apakah kakek punya telur unta” tanya Raja Harun Al Rasyid pada si Kakek.
“Telur unta?” sang Kakek
kemudian berpikir sejenak.“Ha Ha Ha Ha Ha, tawa Sang kakek.
Raja Harun Al Rasyid pun keheranan dan bertanya kepada sang Kakek.
“Apa saya salah tanya kek? Bisa Anda jelaskan?” tanya Raja Harun AI Rasyid keheranan. Nak, di dunia ini mana ada telur unta. Setiap hewan yang bertelinga itu melahirkan bukan bertelur. Jadi mana ada telur unta. Mendengar penjelasan dari sang Kakek membuat Baginda Raja dan pengawalnya tersentak kaget. Benarjuga, mana ada telur unta.
“Unta adalah binatang yang melahirkan bukan bertelur,” gumam Baginda Raja.
Keesokan harinya sang raja dengan perasaan kesal menunggu kedatangan Abu Nawas yang telah mengerjainya. Dia mondar-mandir kesana kemari sambil mulutnya komat-kamit “Awas kau Abu Nawas! Awas kau Abu Nawas!” gumam Baginda Raja. Beberapa saat kemudian, Abu Nawas “datang. Ia memberi senyum jenaka kepada Raja Harun Al Rasyid. Raja Harun Al rasyid langsung memarahinya
“HaiH kau Abu Nawas, beraninya mengerjaiku. Aku tidak terima ini. Sesuai dengan kesepakatan kita bahwa aku akan menghukummu karena kau telah membohongiku. Mana ada telur unta, unta itu hewan yang melahirkan bukan bertelur,” kata Baginda Raja dengan geram.
‘Anda benar Tuan Raja, telur unta ‘itu sebenarnya tidak ada. Unta hewan yang melahirkan bukan bertelur,” sahut Abu Nawas membenarkan pernyataan Raja Harun Al Rasyid
“Lantas, mengapa kau menyuruhku untuk mencari telur itu? Pokokya sekarang kamu harus dihukum, ” kata Baginda Raja.
‘Tuggu dulu, Baginda. Sebelum saya dihukum, saya ingin bertanya,” cegah Abu Nawas.
“Tanya apa?” kata Baginda Raja sudah tidak sabar.
“Bagaimana kondisi tubuh tuan raja hari ini?” tanya Abu Nawas. ‘
“Kondisi badanku, aku merasa tubuhku tidak pegal dan sakit seperti kemarin-kemarin. Suhu badanku pun turun,” kata Baginda raja.
Sesaat kemudian, Baginda Raja pun terdiam sejenak. “Abu Nawas, aku sudah sembuh, penyakitku hilang, penyakitku hilang Abu Nawas.“ seru Baginda amat gembira mendengar cerita Abu Nawas.
“Aku tahu Perjalananku yang amat jauh kemarin telah membuat tubuh tubuhku yang tadinya jarang bergerak menjadi bergerak dan itu membuat aliran darahku yang semula beku menjadi lancar kembali Benar Abu Nawas, itu penyebabnya. Terima kasih Abu Nawas.” sahut Raja Harun Al Rasyid.
“Benar, Tuan. Tubuh yang tidak dibiasakan bergerak akan membuat darah membeku dan akhirnya menjadi penyakit. Maka dari itu Baginda. rajinlah bergerak,” kata Abu Nawas.
“Ya, memang akhir-akhir ini aku sering dikamar. Jarang bergerak Kemudian aku Juga banyak makan. mungkin ini yang menyebabkan aku sakit,” kata Baginda Raja Harun Al Rasyid.
“Abu Nawas maafkan aku telah memarahimu. Aku tidak akan menghukummu tapi aku akan memberikanmu hadiah karena telah memberiku saran yang luar biasa,” kata Baginda Raja gembira.
“Terima kasih Tuan Raja,” jawab Abu Nawas singkat.
KISAH ABU NAWAS : TIPU DIBALAS TIPU
Ada seorang Yogis (Ahli Yoga) mengajak seorang Pendeta bersekongkol akan memperdaya Abu Nawas. Setelah mereka mencapai kata sepakat mereka berangkat menemui Abu Nawas di kediamannya. Ketika mereka datang, Abu ‘ Nawas sedang melakukan shalat Dhuha. Setelah dipersilahkan masuk oleh istri Abu Nawas mereka masuk dan menunggu sambil berbincang-bincang santai. ‘
Seusai shalat Abu Nawas menyambut mereka. Abu Nawas dan para tamunya bercakap-cakap sejenak.
“Kami sebenarnya ingin mengajak engkau melakukan pengembaraan suci. Kalau engkau tidak keberatan bergabunglah bersama kami,” kata Ahli Yoga.
“Dengan senang hati. Lalu kapan rencananya?” tanya Abu Nawas polos.
“Besok pagi, ”kata Pendeta.
“Baiklah kalau begitu kita bertemu di warung teh besqk,” kata Abu Nawas menyanggupi.
Hari berikutnya mereka berangkat bersama. Abu Nawas mengenakan jubah seorang Sufi. Ahli Yoga dan Pendeta memakai ‘ seragam keagamaan mereka masingm-asing. Di tengah jalan mereka mulai diserang rasa lapar karena mereka memang sengaja tidak membawa bekal.
“Hai Abu Nawas, bagaimana kalau engkau saja yang mengumpulkan derma guna membeli makanan untuk kita bertiga. Karena kamu akan mengadakan kebaktian,” kata Pendeta.
Tanpa banyak bicara Abu Nawas berangkat mencari dan mengumpulkan derma dari dusun satu ke dusun lain. Setelah derma terkumpul, Abu Nawas membeli makanan yang cukup untuk tiga orang Abu Nawas kembali ke Pendeta dan Ahii Yoga dengan membawa makanan Karena sudah tak sanggup menahan rasa lapar Abu Nawas berkata kepada mereka.
“Man” segera kita bagi makanan’ ini sekarang juga, ” kata Abu Nawas. ‘Jangan sekarang Kami sedang berpuasa,” kata Ahli Yoga.
Tetapi aku hanya menginginkan bagianku saja sedangkan bagian kalian terserah pada kaiian” kata Abu Nawas menawarkan jalan keluar.
‘Aku tidak setuju. Kita harus seiring seirarna dalam berbuat apa pun ‘kata Pendeta. “Betui aku pun tidak setuju karena waktu makanku besok pagi Besok pagi aku baru akan berbuka, ” kata Ahli Yoga.
“Bukankah aku yang engkau jadikan alat pencari derma Dan derma itu sekarang telah kutukar dengan makanan ini Sekarang kalian tidak mengijinkan aku mengambil bagian sendiri. itu tidak masuk akal,” kata Abu Nawas mulai merasa jengkel.
Namun begitu Pendata dan Ahli Yoga tetap bersikeras tidak mengijinkan . Abu Nawas mengambil bagian yang menja haknya. Abu Nawas penasaran. Ia mencoba sekali lagi meyakinkan kawan-kawannya agar mengijinkan Ia memakan bagianya. Tetapi mereka tetap saja menolak.
Abu Nawas benar-benar merasa jengkel dan marah. Namun Abu Nawas tidak memperlihatkan sedikit pun kejengkelan dan kemarahannya.
“Bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian,” kata Pendeta kepada Abu Nawas.
“Perjanjian apa?” tanya Abu Nawas.
“Kita adakan lomba. Barangsiapa di antara kita bermimpi paling indah maka ia akan mendapat bagian yang terbanyak yang kedua lebih sedikit dan yang terburuk akan mendapat paling sedikit,” Pendeta itu menjelaskan
Abu Nawas setuju. la tidak memberi komentar apaapa.
Malam semakin larut. Embun mulai turun ke bumi. Pendeta dan Ahli Yoga mengantuk dan tidur. Abu Nawas tidak bisa tidur. Ia hanya berpura-pura tidur. Setelah merasa yakin kawan-kawannya sudah terlelap Abu Nawas menghampiri makanan itu. Tanpa berpikir dua kaiiAbu Nawas memakan habis makanan itu hingga tidak tersisa sedikit pun. Setelah merasa kekenyangan Abu Nawas baru bisa tidur.
Keesokan hari mereka bangun hampir bersamaan. Ahli Yoga dengan wajah berseri-seri mulai bercerita.
“Tadi malam aku bermimpi memasuki sebuah taman yang mirip sekali dengan Nirvana. Aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya dalam hidup ini,” kata Ahli Yoga.
Pendeta mengatakan bahwa mimpiAhIi Yoga benar-benar menakjubkan. Betulbetul luar biasa. Kemudian giliran Pendeta menceritakan mimpinya.
“Aku seoiah-olah menembus ruang dan waktu. Dan ternyata memang benar. Aku secara tidak sengaja berhasil menyusup ke masa silam dimana pendiri agamaku hidup. Aku bertemu dengan beliau dan yang Iebih membahagiakan adalah aku diberkatinya,” kata Pendeta dengan wajah berseri-seri.
Ahli Yoga juga memujimuji kehebatan mimpi Pendeta, Abu Nawas hanya diam. Ia bahkan tidak merasa tertarik sedikitpun. Karena Abu Nawas belum juga buka mulut. Pendeta daiAhii Yoga mu a tidak sabar untuk tidak menanyakan mimpi Abu Nawas.
“kalian tentu tahu Nabi Daud Alaihissalam. Beliau adalah seoraw Nabi yang ahli berpuasa. Tadi malam aku bermimpi berbincang-bincang dengan beliau. Beliau menanyakan apakah aku berpuasa atau tidak. Aku katakan aku berpuasa karena aku memang tidak makan sejak dini hari Kemudian beliau menyuruhku segera berbuka karena hari sudah malam. Tentu saja aku tidak benar” mengabaikan perintah beliau. Aku segera bangun dari tidur dan langsung menghabiskan makanan itu.” kata Abu Nawas tanpa perasaan bersalah sedikit pun.
Sambil menahan rasa lapar yang menyayat-nyayat Pendeta dan Ahli Yoga saling berpandangan satu sama lain. Kejengkelan Abu Nawas terobati. Kini mereka sadar bahwa tidak ada gunanya coba-coba mempermainkan Abu Nawas, pasti hanya akan mendapat celaka sendiri.
CERITA ABU NAWAS : MENJEBAK SEORANG PENCURI
Pada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat sederhana. Dan karena kesederhanaan berpikir ini seorang pencuri yang telah berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya tidak sudi menyerah.
Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi tidak berhasil menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri bersedia mengembalikan. Tetapi pencunri itu malah tidak berani menampakkan bayangannya.
Kini kasus itu semakin ruwet tanpa penyelesaian yang jelas. Maksud baik saudagar kaya itu tidak mendapat tanggapan yang sepantasnya dari sang pencuri. Maka tidak bisa disala kan bila saudagar itu mengadakan sayembara yang berisi barangsiapa berhasil menemukan pencuri uang emasnya, ia berhak sepenuhnya memiiiki harta yang dicuri. Tidak sedikit orang yang mencoba tetapi semuanya kandas. Sehingga pencuri itu bertambah merasa aman tentram karena ia yakin jati dirinya tak akan terjangkau. Yang lebih menjengkelkan adalah ia juga berpura-pura mengikutisayembara.1’idak berlebihan bila dikatakan bahwa menghadapi orang seperti ini bagaikan menghadapijin. Mereka tahu kita, sedangkan kita tidak. Seorang penduduk berkata kepada hakim setempat.
“Mengapa tuan hakim tidak minta bantuan Abu Nawas saja?” “ kata si Penduduk.
”Bukankah Abu Nawas sedang tidak ada di tempat?” kata Hakim itu balik bertanya.
“Kemana dia?” tanya orang itu. ‘
“Ke Damakus,” jawab hakim
“Untuk kepenuan apa?” orang itu ingin tahu’.
“Memenuhi undangan pangeran negeri itu,” kata Hakim.
“Kapan ia datang?” tanya orang itu lagi. ‘
“Mungkin dua hari lagi,” jawab Hakim. ‘
Kini harapan tertumpu sepenuhnya di atas pun’dakAbu Nawas. Pencuri yang seiama ini merasa aman sekarang menjadi resah dan tertekan. la merencanakan meninggalkan kampung halaman dengan membawa serta uang emas yang berhasil di curi. Tetapi ia membatalkan niat karena dengan menyingkir ke iuar daerah berarti sama halnya dengan membuka topeng dirinya sendiri. .Ia lalu bertekad tetap tinggal apapun yang akan terjadi.
Abu Nawas telah kembali ke Baghdad karena tugasnya telah selesai. Abu Nawas menerima tawaran mengikuti sayembara me’ nemukan pencuri uang emas. Hati pencuri.uang emas itu tambah berdebar tak karuan mende’ ngarAbu Nawas menyiapkan siasat. 😕 ‘ Keesokan harinya semua penduduk dusun diharuskan berkumpul di depan gedung pengadilan. Abu Nawas hadir dengan membawa tongkat dalam jumlah besar. Tongkat-tongkat itu mempunyai ukuran yang sama panjang. Tanpa berKata-kata Abu Nawas membagi-bagikan tongkat-tongkat yang dibawanya dari rumah , Setelah masing-rnasing mendapat satu tongkat, Abu Nawas berpidato di hadapan mereka.
“Tongkat-tongkat itu telah aku mantrai. Besok pagi kalian harus menyerahkan kembali tongkat yang telah aku bagikan. Jangan khawatir, tongkat yang dipegang oleh pencuri selama ini menyembunyikan diri akan bertambah panjang satu jari telunjuk. Sekarang pulanglah kalian,” kata Abu Nawas.
Orang-orang yang merasa tidak mencuri tentu tidak mempunyai pikiran apa-apa. Tetapi sebaliknya, si pencuri uang emas itu merasa ketakutan. Ia tidak bisa memejamkan mata walaupun malam semakin Iarut. la terus berpikir keras. Kemudian ia memutuskan memotong tongkatnya sepanjang satu jari telunjuk dengan begitu tongkatnya akan tetap kelihatan seperti ukuran semula.
Pagi hari orang muiai berkumpul di depan gedung pengadilan. Pencuri itu merasa tenang karena ia yakin tqngkatnya tidak akan bisa diketahui karena ia telah memotongnya sepanjang satu jari tetunjuki Bukankah tongkat si pencuri akan bertambah panjang satu jari telunjuk? la memuji kecerdikan diri sendiri karena ia ternyata akan bisa mengelabui Abu Nawas.
Antrian panjang mulai terbentuk. Abu Nawas memeriksa tongkat-tongkat yang dibagikan kemarin. Pada giliran si pencuri tiba Abu Nawas segera mengetahui karena tongkat yang dibawanya bertambah pendek satu jari telunjuk. Abu Nawas tahu pencuri itu pasti melakukan pemotongan pada tongkatnya karena ia takut tongkatnya bertambah panjang.
Pencuri itu diadili dan dihukum sesuai dengan kesalahannya. Seratus keping lebih uang emas kini berpindah ke tangan Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas tetap bijaksana, sebagian dari hadiah itu diserahkan kembali kepada keluarga si pencuri, sebagian lagi untuk orang-orang miskin dan sisanya untuk keiuarga Abu Nawas sendiri
KISAH ABU NAWAS PURA-PURA MATI
Baginda Raja pulang ke istana dan langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas.
Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena Ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke rumah.
“Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu,” kata istrinya. “Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak.” kata Abu Nawas. “Apa?” seru istrinya kaget. Raja kujadikan budak!”.ulang Abu Nawas. “Kenapa kau lakukan itu suamiku?” tanya istrinya.
“Supaya-dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu sengsara,” lanjut Abu Nawas menjelaskan.
“Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit diperintahkan untuk menangkapmu,” kata sang Istri. ‘ “Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun AI Rasyid kepadaku?” tanya Abu Nawas pada sang Istri. , “Pasti kau akan dihukum berat,” kata istrinya sedih. “Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan. kata Abu Nawas. Abu Nawas masuk ke dalarm ia ngambil air wudhu lalu mendirikan shalat dua rakaat. Lalu berpesan kepada istrinya apa yang harus dikatakan bila Baginda datang. ; Tidak berapa lama kemudian tetangga Abu Nawas geger, karena istri Abu Nawas menjerit-jerit.
“Ada apa?” tanya tetangga Abu Nawas sambil tergopoh-gopoh.
“Huuuuuu suamiku mati!” ‘ ‘ seru istri Abu Nawas. “Hah! Abu Nawas mati?“ kata para tetangga hampir bersamaan. ‘lyaaaa!” kata istri Abu Nawas. Kini kabar kematian Abu Nawas tersebar ke seluruh pelosok negeri. Baginda terkejut. Kemarahan dan kegeraman beliau agak susut mengingat Abu Nawas adalah orang yang paling pintar menyenangkan dan menghibur Baginda Raja. .
Baginda Raja beserta beberapa pengawai beserta seorang tabib istana, segera menuju rumah Abu Nawas. Tabib Segera memeriksa Abu Nawas. Sesaat kemudian ia memberi laporan kepada Baginda bahwa Abu Nawas memang telah mati beberapa jam yang lalu. Setelah meIihat sendiri tubuh Abu Nawas terbujur kaku tak berdaya, Baginda Raja merasa terharu dan meneteskan air mata. Beliau bertanya kepada istri Abu Nawas.
“Adakah pesan terakhirAbu Nawas untukku?” tanya Baginda.
“Ada, Paduka yang mulia,” kata istri Abu Nawas sambil meNangis. “Katakanlah,” kata Baginda Raja.
“Suami hamba, Abu Nawas, memohon sudilah kiranya Baginda Raja mengampuni semua kesalahannya dunia akhirat di de‘ ‘ pan rakyat,“ kata istriAbu Nawas terbata-bata.
“Baiklah kaiau itu permintaan Abu Nawas,” kata Baginda Raja menyanggupi. Jenazah Abu Nawas diusung di atas keranda. Kemudian Baginda Raja mengumpulkan rakyatnya di tanah lapang. Beliau berkata di hadapan rakyat.
“Wahai rakyatku dengarkanlah bahwa hari ini. aku Sultan Harun Ai Rasyid telah memaafkan segala kesalahan Abu Nawas yang telah diperbuat terhadap diriku dari dunia hingga akhirat. Dan kalianiah sebagai saksinya,” kata Baginda Raja.
“Syukuuuuuuuur ! kata suara dalam keranda.
Seketika pengusung jenazah ketakukan, apalagi melihat Abu Nawas bangkit berdiri seperti mayat hidup. Seketika rakyat yang berkumpul lari tunggang langgeng, bertubrukan dan banyak yang jatuh terkilir. Abu Nawas sendiri segera berjalan ke hadapan Baginda.
“Hamba masih hidup Tuanku. Hamba mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas pengampunan Tuanku,” kata Abu Nawas.
“Kurang ajar! ilmu apa yang kau pakai Abu Nawas?” tanya Baginda Raja.
“Ilmu dari mahaguru sufi guru hamba yang sudah meninggal dunia,” kata Abu Nawas. ‘ ‘“Ajarkan ilmu itu kepadaku,” pinta Baginda.
“Tidak mungkin Baginda. Hanya guru hamba yang mampu melakukannya. Hamba tidak bisa mengajarkannya sendiri,” jelas Abu Nawas.
“Dasar pelit!” Baginda menggerutu kecewa.
CERITA ABU NAWAS : IBU SEJATI
Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih muda. Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang samasama ingin memiliki anak Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.
Karena kasus berlarutlarut. maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan, Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat mungkin . dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.
Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan Hakim. Abu Nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari aka! seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggil algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja. ‘Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?” tanya Abu Nawas.
“’Tidak, bayi itu adalah anakku,” kata kedua perempuan itu serentak.
“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata,” kata Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
“Jangan. tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu,” kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsung menyerahkan kepada perempuan. kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan, sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa. Tak selayaknya ia menerima upah dari ilmu agama yang ia sampaikan.