7+ Puasa Syawal (Niat Puasa, Waktu Pelaksanaan, Dan Keutamaan) Sekolahnesia

7+ Puasa Syawal (Niat puasa, waktu pelaksanaan, dan Keutamaan)

Puasa Syawal – Puasa Syawal bisa dikatakan sebagai salah satu ibadah sunnah dengan banyak keutamaan di dalamnya. Sayangnya, masih banyak kalangan belum mengetahui seluk-beluk puasa ini secara menyeluruh. Mungkin Anda pernah sesekali mendengar perihal puasa Syawal, niat, keutamaan, jumlah hari dll dari berbagai sumber. Namun tahukah Anda tata cara pelaksanaannya?

Untuk lebih jelasnya mengenai puasa Syawal ini, yuk simak penjelasan yang lebih lengkap dan rinci berikut.

Mengenal Puasa Syawal

Mengenal Puasa Syawal

Seperti nama yang dimilikinya, puasa Syawal merupakan ibadah puasa di bulan Syawal selepas puasa Ramadhan berakhir. Caranya nyaris sama seperti puasa lain, yakni dengan menahan diri dari lapar, dahaga, dan segala hal yang membatalkannya sejak matahari terbit hingga terbenam. Puasa Syawal ini hendaknya dilaksanakan 6 hari pasca hari raya Idul Fitri.

Dasar pelaksanaan puasa Syawal telah tercantum dalam hadist riwayat Muslim, Ahmad, al-Tirmidzi, Abu Daud, al-Nasai, Ibnu Hibban, juga Ibnu Majah. Para ulama fiqih bahkan telah sepakat bahwa hadist ini sifatnya shahih dan bisa diamalkan oleh umat muslim. Diceritakan dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang bunyinya;

“Barang siapa telah berpuasa Ramadhan, lalu ia lanjutkan dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapat ganjaran pahala seperti berpuasa selama setahun penuh.”

Waktu Pelaksanaan Puasa Syawal

Waktu Pelaksanaan Puasa Syawal

Pelaksanaan puasa Syawal seyogyanya dilakukan 6 hari berturut-turut di bulan Syawal. Namun, tidak diperbolehkan untuk menjalankannya pada tanggal 1 Syawal lantaran hari tersebut merupakan hari raya umat Islam yang diharamkan untuk berpuasa. Hal ini dilandaskan pada larangan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh sahabatnya, Umar bin Khattab. Bunyinya:

“Ada dua hari yang dilarang Rasulullah untuk berpuasa di hari itu, yakni Hari Raya Idul Fitri dimana kalian telah selesai berpuasa, dan hari tatkala kalian memakan daging kurban (Idul Adha).”

Karenanya, pelaksanaan puasa Syawal bisa dilakukan mulai tanggal 2 Syawal hingga seterusnya selama masih dalam bulan tersebut. Dalam pelaksanaannya, lebih dianjurkan untuk melaksanakan puasa Syawal secara beruntun 6 hari berturut-turut dari tanggal 2 hingga 7 Syawal. Namun jika mendapati halangan, diperbolehkan untuk menjalankannya secara terpisah-pisah.

Meski begitu, sebaiknya jangan menjalankan puasa Syawal di hari Jumat jika tidak diiringi puasa di hari sebelum dan sesudahnya, yakni Kamis dan Sabtu. Larangan tersebut didasarkan pada ketetapan Rasulullah saw yang melarang pelaksanaan puasa di hari Jumat. Ketetapan ini diriwayatkan Ibnu Majah yang menekankan pada makruhnya menjalankan puasa di hari Jumat, tanpa diiringi puasa di Kamis dan Sabtu.

Niat Puasa Syawal

Niat Puasa Syawal

Dalam segala hal, utamanya berhubungan dengan ibadah, niat merupakan hal yang penting untuk menggapai ridha Allah SWT. Sesuai dengan pernyataan Rasulullah SAW, bahwa segala hal itu didasarkan pada niatnya. Niat ini penting untuk menyatakan qashad atau maksud dari pelaksanaan puasa yang hendak dilakukan.

Dalam hal pelafalan niat puasa Syawal, ada dua pendapat berbeda mengenai hal ini. Sebagian ulama berpandangan bahwa wajib untuk mengingat dan menyebutkan puasa sunnah Syawal ketika melantunkan niat, walaupun tak disuarakan dan hanya dalam batin saja. Sementara ulama lainnya berpendapat bahwa menyebut nama ibadah secara spesifik tidaklah wajib dilakukan.

Hal tersebut didasari karena puasa Syawal sudah jelas tenggat waktunya, maka puasa yang dilakukan pada saat itu jelaslah termasuk puasa Syawal. Seperti yang pernah dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami yang memberikan pernyataan seperti berikut.

“Seharusnya isyarat penyebutan nama puasa di dalam niat, seperti puasa rawatib, Arafah, Asyura, Yaum Al-Bidh (pertengahan bulan), dan puasa Syawal disamakan dengan penyebutan ibadah shalat rawatib.  Yakni, puasa tersebut sudah diatur di hari tertentu sehingga tak wajib disebutkan.”

Dalam ketentuan tersebut, jika ternyata pada hari yang ditetapkan di waktu tersebut bertepatan dengan waktu yang lain, ia akan mendapat pahala keduanya. Misalnya ketika puasa Senin-Kamis dan bertepatan dengan Arafah, maka orang tersebut akan mendapat keutamaan serupa dengan berniat puasa Arafah.

1.     Niat Puasa Syawal di Malam Hari

Jika Anda tetap berpegang teguh pada pelafalan niat yang spesifik, Anda bisa tetap melantunkan niat puasa Syawal di malam sebelumnya, atau ketika makan sahur. Sebenarnya tak ada kewajiban untuk melafalkannya di malam hari, mengingat puasa ini merupakan puasa sunnah dan tak saklek pada aturan kapan niat harus dilafalkan. Namun, jika Anda ingin membacanya di malam sebelumnya, berikut bacaannya.

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Saya berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

2.     Niat Puasa Syawal di Pagi atau Siang Hari

Berhubung puasa Syawal masuk dalam jajaran puasa sunnah, maka terdapat keringanan dalam membacakan niat. Anda boleh melafalkannya di pagi atau siang hari pada bulan Syawal. Misalnya saja Anda lupa untuk membaca niat dan bersahur di malam sebelumnya. Esoknya, Anda teringat bahwa tanggal 2 Syawal ini Anda bisa menjalankan puasa.

Nah, Anda bisa melafalkan niat puasa Syawal berikut. Dengan catatan Anda belum makan, minum, atau melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa sedari subuh tadi. Bacaan niatnya adalah seperti di bawah ini.

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Saya berniat puasa sunnah Syawal hari ini karena Allah SWT.”

Keutamaan Puasa Syawal

Keutamaan Puasa Syawal

Menjalankan puasa memang merupakan suatu kesempatan besar yang tak boleh terlewatkan karena besarnya ganjaran yang dijanjikan Allah SWT, terlebih puasa Syawal. Berpuasa sendiri dipercaya akan membuka pintu kebaikan bagi yang menjalankannya. Hal tersebut terkandung dalam salah satu hadist riwayat Tirmidzi yang telah teruji kesahihannya. Nabi Muhammad SAW pernah berkata.

“Maukah kutunjukkan pada engkau pintu-pintu kebaikan? Puasa merupakan perisai, . . .”

Maksudnya, selain menjadi pengantar pada pintu-pintu kebaikan, puasa juga mampu menjadi perisai. Dalam artian, dengan berpuasa seorang hamba akan mengerem hawa nafsunya dan menjauhi perbuatan maksiat. Nantinya ketika sudah berada di akhirat, puasa inilah yang akan menjadi perisai dari panasnya api neraka.

Selain keutamaan puasa sunnah secara umum di atas, ada beberap hal lain yang menjadi keutamaan puasa Syawal dibanding puasa sunnah lainnya. Beberapa di antaranya adalah;

1. Menggenapi puasa setahun penuh

Ya, dengan melanjutkan puasa Syawal usai menyelesaikan puasa Ramadhan, Anda akan mendapat jaminan pahala puasa setahun penuh. Hal ini bahkan telah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadist riwayat Muslim seperti yang dipaparkan di atas. Pemaparan penghitungan pahala puasa ini dilandaskan pada janji Allah SWT akan pahala sepuluh kebaikan dari tiap satu kebaikan yang diperbuat manusia.

2. Menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan

Diterangkan dalam sebuah hadist bahwa amalan yang pertama kali dihisab di hari kiamat nanti adalah shalat. Jika hitungan amalan shalat wajib seseorang dinyatakan kurang, maka akan dilihat amalan shalat sunnahnya. Dalam hal inilah shalat rawatib menjadi penting karena bisa melengkapi kekurangan amalan shalat fardhu.

Begitu pula dalam hal puasa. Jika amalan puasa wajib (puasa Ramadhan) kurang lantaran berbagai hal yang mengurangai nilai pahalanya, maka puasa Syawal ini bisa menjadi penyempurna yang pas. Bukan berarti puasa Syawal bisa difungsikan untuk mengqadha puasa di bulan Ramadhan yang batal, namun amalannya bisa menutupi kekurangan puasa Ramadhan. Entah karena bergunjing, marah, atau hal lain.

3. Sebagai pertanda telah diterimanya ibadah puasa Ramadhan

Salah satu indikasi diterimanya sebah amalan adalah dengan lahirnya amalan ketaatan yang lain. Dalam hal ini, jika seorang hamba menjalankan puasa Syawal pada waktu yang dianjurkan, berarti hal tersebut menandakan kemungkinan besar amalan puasa Ramadhan-nya telah diterima. Terbukti akan adanya petunjuk dari Allah SWT untuk menjalankan amalan shaleh yang lain, yakni puasa Syawal.

4. Sebagai bentuk rasa syukur atas berkah Ramadhan

Keutamaan puasa Ramadhan salah satunya adalah penghapusan dosa-dosa yang telah lalu. Karenanya banyak orang yang menyambut berkah Ramadhan ini dengan gegap gempita. Nah, bagi mereka yang berpuasa Ramadhan, pahala amalan masing-masing akan disempurnakan saat Idul Fitri. Momen ini merupakan berkah dan hadiah untuk orang yang berpuasa.

Karenanya, berpuasa setelah melalui Idul Fitri mencerminkan bentuk rasa syukur yang tak terkira. Bagi yang mampu menjalankannya, Allah SWT bahkan menjanjikan pahala yang lebih besar dan diampuni segala dosanya karena telah dianggap berpuasa setahun penuh.

Aturan Pelaksanaan Puasa Syawal

Aturan Pelaksanaan Puasa Syawal

Setelah memahami pengertian puasa Syawal, niat, keutamaan, jumlah hari dll, Anda juga perlu mengerti akan aturan pelaksanaannya. Meski telah diketahui bahwa jumlah hari yang diperlukan untuk puasa Syawal adalah 6 hari, namun bagaimanakah aturan pelaksanaannya? Apakah harus secara berurutan atau bisa dilakukan secara terpisah?

Telah dijelaskan pada poin ‘Waktu Pelaksanaan Puasa Syawal’ di atas bahwa puasa ini hendaknya dilakukan di tanggal 2 hingga 7 Syawal. Namun, dapat pula dilakukan secara terpisah. Hal ini didasarkan pada pendapat para ulama seperti berikut.

  1. Beberapa ulama menganjurkan untuk melakukan puasa Syawal secara berurutan sejak awal bulan selepas Idul Fitri. Pendapat ini digagas oleh Imam Syafi’i dan juga Ibnul Mubarak. Adanya pandangan ini didasari oleh sebuah hadist, walaupun keshahihannya dianggap lemah.
  2. Pandangan lain datang dari Imam Waki’ yang didukung oleh Imam Ahmad. Pandangan ini menekankan bahwa tak ada keutamaan dalam hal kapan harus menjalankan puasa Syawal. Entah secara berurutan atau dijalankan secara terpisah, semuanya memiliki pahala yang sama sepanjang dilakukan dalam bulan Syawal.
  3. Pendapat ketiga datang dari Ma’mar dan Abdurrazaq yang diriwayatkan melalui Atha’. Menurut golongan ini puasa Syawal hendaknya tak langsung dilakukan persis usai Idul Fitri. Sebaliknya, puasa ini dianjurkan untuk dilakukan di pertengahan bulan. Pendapat ini menuai banyak ketidaksetujuan karena dianggap aneh dan tak memiliki dasar kuat.

Dari ketiga pendapat di atas, yang memiliki dasar paling kuat adalah pendapat kedua. Artinya, puasa Syawal bisa dilakukan kapan saja sepanjang masih masuk dalam bulan Syawal. Namun, para ulama melalui Imam Nawawi rahimahullah menegaskan bahwa paling utama puasa Syawal dilakukan sesegera mungkin setelah Idul Fitri.

Walaupun jika Anda melaksanakannya secara terpisah-pisah, maka Anda tetap mendapat keutamaan yang sama. Tetapi mengingat umur manusia yang tak diketahui kapan akan berakhir, ada baiknya untuk menyegerakan kebaikan, termasuk dalam hal berpuasa Syawal. Pendapat tersebut juga turut diamini Syaikh Muhammad bin Rasyid Al-Ghafily.

Puasa Syawal VS Mengqadha Puasa Ramadhan

Puasa Syawal Vs Mengqadha Puasa Ramadhan

Bagi kaum Adam yang tak mempunyai hutang puasa Ramadhan, tentu melakukan puasa Syawal merupakan suatu hal yang mudah. Mereka bisa langsung melakukannya tanpa perlu mengqadha hutang puasa terlebih dahulu.

Beda halnya dengan kaum Hawa yang memiliki siklus menstruasi bulanan. Bisa dipastikan bahwa tiap wanita pasti memiliki hutang puasa Ramadhan yang harus diqadha di luar bulan puasa. Nah, bagaimana tata cara pelaksanaan puasa Syawal bagi kaum Hawa? Manakah yang perlu diprioritaskan di antara keduanya? Bisakah menggandakan niat yakni untuk mengqadha sekaligus puasa Syawal bersamaan?

Ada tiga pendapat berbeda dari beberapa ulama terkait permasalahan ini. Anda bisa mempertimbangkan sendiri untuk mengikuti madzab yang mana.

  1. Pelaksanaan qadha puasa Ramadhan bisa dilakukan usai melakukan puasa Syawal di awal bulan. Pendapat ini disokong oleh mayoritas ulama. Walaupun di antara beberapa kalangan ada yang mutlak membolehkannya dan ada pula yang mengatakan boleh tapi makruh hukumnya.
  • Pendapat yang membolehkan secara mutlak disampaikan golongan Al-Hanafiyah. Golongan ini menekankan bahwa qadha puasa Ramadhan sifatnya tak harus disegerakan dan memiliki waktu yang longgar. Sementara puasa Syawal hanya terbatas bisa dilakukan di bulan tersebut.
  • Sebaliknya golongan Syafi’iyah dan Malikiyah berkeyakinan bahwa dibolehkan puasa Syawal dahulu sebelum mengqadha hutang Ramadhan namun hukumnya makruh. Hal ini dimakruhkan sebab perbuatan tersebut terhitung dalam kegiatan menyibukkan diri dalam sunnah dan mengakhirkan kewajiban membayar hutang.
  1. Pendapat kedua datang atas dasar mazhab Hanbali. Golongan ini menyatakan bahwa puasa Syawal hanya bisa dilakukan setelah lunas mengqadha hutang puasa Ramadhan. Hal ini karena puasa Syawal dianggap sebagai penyempurna, bukan penambal puasa Ramadhan. Adanya berkah puasa Syawal diyakini hanya bisa didapat ketika telah merampungkan urusan hutang puasa Ramadhan.

Jika seseorang tetap melaksanakan puasa Syawal terlebih dahulu dibandingkan qadha, maka puasanya tersebut dianggap sunnah muthlaq. Artinya, puasa tersebut dianggap hanya sebagai puasa sunnah biasa dan tak mendapat keutamaan ganjaran pahala puasa Syawal seperti yang dijanjikan Allah SWT.

  1. Beberapa ulama membolehkan puasa dengan niat ganda untuk mengqadha hutang puasa Ramadhan sekaligus menjalankan puasa Syawal secara bersamaan. Orang yang melakukannya akan tetap terhitung mendapat pahala dari keduanya. Pandangan ini termuat dalam pernyataan ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj dan As-Suyuthi dalam al-Asybah wa an-Nazhair.

Hal tersebut didasarkan pada analogi hukum dalam perkara shalat sunnah 2 rakaat tahiyyat al-masjid. Dijelaskan al-Bajirami di dalam Hasyiah-nya bahwa seseorang yang memasuki masjid dengan niat menjalankan shalat wajib, maka orang tersebut mendapat amalan dari shalat sunat tahiyyat al-masjid secara otomatis.

Pendapat ketiga madzab di atas sebenarnya memiliki dasar dan rujukan masing-masing untuk memperkuat argumennya. Semua bergantung pada Anda untuk memilih mengikuti madzab yang mana. Meski begitu, mayoritas ulama setuju bahwa keduanya lebih baik dilakukan secara terpisah, sekalipun diperbolehkan untuk menggabungkannya. Karena pahala yang diterima diyakini akan berbeda.

Hal Lain Terkait Puasa Syawal

Hal Lain Terkait Puasa Syawal

Terkait pelaksanaan puasa Syawal, ada saja hal yang menjadi pertanyaan bagi beberapa kalangan. Di antaranya, apakah puasa Syawal bisa dilanjutkan di bulan sesudahnya jika belum genap 6 hari sementara bulan Syawal telah berlalu? Dan bagaimana hukum puasa Syawal bagi seorang istri?

1. Menggenapi Puasa Syawal di Bulan Lain

Menggenapi Puasa Syawal Di Bulan Lain

Menanggapi situasi ini beberapa ulama mengambil landasan bedasarkan pendapat Imam Malik yang terkandung dalam Syarh Al Kharsyi. Dijelaskan bahwa menjalankan puasa Syawal bisa diqadha di bulan Zulqa’dah untuk menggenapi kekurangannya.

Hal tersebut dikuatkan dengan pandangan penganut mazhab Syafi’I yang meyakini perihal mengqadha sesuatu yang sunnah hukumnya adalah sunnah pula. Mazhab ini berpandangan ketika seseorang memulai ibadah sunnah, ia bebas untuk menyelesaikannya ataupun tidak (kecuali umroh).

Jadi, ketika berpuasa sunnah Syawal dan berhenti di tengah jalan maka hukumnya tidak apa-apa. Meski mendapat keringanan tersebut, alangkah lebih baiknya jika menyelesaikan ibadah yang telah dimulai.

Namun, pandangan berbeda datang dari penganut madzab Hanbali. Dikatakan bahwa puasa Syawal hanya bisa dilakukan dan diselesaikan di bulan Syawal saja. Artinya, seseorang yang berusaha menggenapi kurangnya puasa Syawal di bulan sesudahnya tidak akan mendapatkan keutamaan seperti yang dijanjikan. Hal ini lantaran puasa tersebut dianggap telah uzur karena melewati ketentuan.

2. Hukum Puasa Syawal bagi Seorang Istri

Hukum Puasa Syawal Bagi Seorang Istri

Tak bisa dipungkiri bila banyak orang tergiur dengan ganjaran yang dijanjikan dalam melaksanakan puasa sunnah Syawal. Apalagi, amalan ini bisa dikerjakan oleh siapa saja tanpa terkecuali. Namun bagi wanita yang telah berumah tangga, maka ia wajib meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya sebelum menjalankan puasa ini.

Hal ini telah diatur dalam hadist riwayat Bukhari nomor 5195 dan Abu Daud nomor 2458 yang telah dinilai keshahihannya oleh Al-Albani di dalam Sunan Abu Daud. Diceritakan bawa Nabi Muhammad SAW pernah berkata;

“Tidaklah halal bagi wanita (yang telah bersuami) untuk berpuasa sementara suaminya tidak sedang menjalankan safar (hadir), kecuali dengan kerelaan dan izinnya. Dan tidaklah halal bagi wanita untuk membiarkan adanya orang lain masuk rumah kecuali atas izin suaminya.”

Berdasar hadist tersebut telah jelas bahwa bagi seorang wanita hak suami haruslah lebih diprioritaskan ketimbang amalan sunnah. Terlebih, menunaikan hak suami merupakan suatu kewajiban bagi seorang istri. Dan segala yang memiliki hukum wajib haruslah lebih didahulukan daripada apapun yang sunnah.

Berbagai pendapat dan madzab yang berbeda mengenai puasa syawal, niat, keutamaan, jumlah hari dll, hendaknya tidaklah menjadi suatu penghalang untuk menjalankannya. Justru sebaliknya, Anda patut mempelajari perkara ini dari berbagai referensi untuk memperkaya keilmuan.

7+ Puasa Syawal (Niat puasa, waktu pelaksanaan, dan Keutamaan)